Pengamat Ekonomi Menilai Inflasi Bulanan yang Dipicu Harga Emas Bisa Menjadi Sinyal Positif

Pengamat ekonomi menilai kenaikan harga emas yang turut memicu inflasi bulanan justru menjadi sinyal positif. 

Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
EMAS - Foto arsip ilustrasi emas. Pelayan toko memperlihatkan emas batangan kepada calon konsumen di Toko Emas Buana, Jalan Ahmad Yani, Kosambi, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (9/9/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG -  Kenaikan harga emas turut memicu inflasi bulanan. Namun hal itu justru menjadi sinyal positif. 

Dosen dan Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Nusantara (Uninus), Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy, mengatakan bahwa tren ini menunjukkan masyarakat makin cenderung melihat emas sebagai instrumen investasi/penyimpan nilai, bukan hanya konsumsi hedonistik. 

"Ini bisa jadi bagian dari proses maturitas finansial rumah tangga," ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Selasa (4/11/2025). 

Kendati demikian, ia mengigatkan agar tidak lantas bisa dianggap bebas risiko. 

Ia meminta hal ini perlu diwaspadai supaya kenaikan harga emas tidak mengalihkan dana rumah tangga secara berlebihan dari kebutuhan pokok atau biaya produktif seperti  pendidikan dan kesehatan. 

Menurutnya pemerintah atau lembaga pengawas tetap harus memantau kenaikan harga emas, sehingga tidak memicu spekulasi berlebihan atau bubble kecil di segmen konsumen emas perhiasan.

Baca juga: Beda dengan di Bandung, Selangor FC Keluarkan Aturan Aneh untuk Bobotoh Jelang Jamu Persib di ACL 2

Baca juga: Permata Timnas Rekan Thom Haye Hampir 100 Persen Menuju Persib, Persija Kans Rungkad?

Rizaldy meneybut rumah tangga, terutama menengah ke bawah, memahami bahwa emas bukan “tabungan terbaik” dalam semua kondisi. 

"Likuiditas dan biaya bisa berbeda dibanding uang tunai atau deposito," ucapnya. 

Menurut  Rizaldy, emas sebagai pendorong inflasi bulanan di Jabar masih dalam kategori “sehat dengan catatan". 

"Sehat karena menunjukkan investasi dan diversifikasi, tapi catatan besar agar masyarakat tidak terlalu lompat ke arah konsumsi investasi tanpa pertimbangan," kata dia. 

Diketahui, emas menjadi salah satu penyumbang inflasi di Jawa Barat di bulan Oktober 2025 secara bulanan (m-to-m) sebesar 0,45 persen. 

Adapun secara year to date (ytd) tercatat 2,03 persen, dan secara year on year (yoy) mencapai 2,63 persen. 

"lnflasi Oktober naik itu pertama emas perhiasan yang naik signifikan di Oktober, walau sempat turun harga. Catatan peristiwa program MBG itu juga mengakibatkan kenaikan harga, utamanya di telur, kemudian daging ayam," kata Plt Kepala BPS Provinsi Jawa Barat Darwis Sitorus di Bandung, Senin (3/11/2025). 

Diketahui, berdasarkan kelompok pengeluaran, makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi bulanan sebesar 0,7 persen dengan andil inflasi sebesar 0,21 persen.

Lebih lanjut, inflasi tertinggi terjadi di Kota Sukabumi sebesar 3,87 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 110,46 sedangkan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Subang sebesar 2,18 persen dengan IHK sebesar 110,55. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved