Mengaku dari Bea Cukai, 3 WNA Nigeria dan 1 WNI Terlibat Pencurian Data: Kerugian Rp 234,5 Juta

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENCURIAN DATA - Direktorat Reserse Siber Polda Jabar berhasil mengungkap kasus tindak pidana identity theft (pencurian data) yang mengaku sebagai pihak Bea Cukai, Jumat (21/2/2025) di Mapolda Jabar. Kasus ini terjadi di Kota Bandung.

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Direktorat Reserse Siber Polda Jabar berhasil mengungkap kasus tindak pidana identity theft (pencurian data) yang mengaku sebagai pihak Bea Cukai, Jumat (21/2/2025) di Mapolda Jabar. Kasus ini terjadi di Kota Bandung.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Jules Abraham Abast menjelaskan bahwa terlapor mengaku dari pihak Bea Cukai yang menginformasikan ada paket dari London dan pelapor diminta untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan membayar pajak, denda, biaya dokumen, dan biaya Bea Cukai, sehingga pelapor mengalami kerugian materil.

"Kejadian ini terjadi pada 13 Desember 2024. Korban mendapatkan pesan SMS dari seseorang yang mengaku dari Bea Cukai. Lalu, si pelapor diinformasikan ada kiriman paket dari London yang berisi uang dengan pengirim atas nama A.I dan diarahkan untuk membayar beberapa biaya mulai biaya pembayaran pajak cukai, biaya denda, biaya dokumen, dan biaya Bea Cukai, karena diduga adanya dugaan uang adalah money laundry," ujarnya didampingi Dirressiber Polda Jabar, Kombes Resza Ramadianshah dan Wadirressiber, AKBP Hotmartua Ambarita.

Pelapor, lanjutnya, diminta untuk mengirimkan sejumlah uang secara bertahap ke rekening BCA. Pelapor mengalami kerugian sebesar Rp 234,5 juta.

Kata Jules, tersangka ada empat orang, antara lain tersangka OOP (40) berprofesi sebagai investor berkewarganegaraan Nigeria, dan pelaku inisial UK (41) WNI, ENC (41) Nigeria, dan OSS (35) Nigeria.

"Kami sudah memeriksa sekitar tujuh orang saksi dan mengamankan sejumlah barang bukti," katanya.

Para tersangka, kata Jules, dikenakan pasal 51 Jo pasal 35 UU RI nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik Jo pasal 55 dan 55 KUHIPidana.

"Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 12 miliar," katanya.

Berita Terkini