TRIBUNJABAR.ID - Sebuah video curhatan seorang pria mendapati tiang wifi di tanahnya, viral di media sosial.
Pria pemilik tanah tersebut mengeluh karena provider yang membangun tiang wifi tersebut tak izin.
Sementara pemilik tanah itu mengungkap dirinya sedang membangun rumah di tanahnya tersebut.
Kini kejadian menimpa pemilik tanah itu viral dibagikan akun Instagram @undercover.id, Sabtu (6/7/2024).
Baca juga: Kisah Ardi Bocah Putus Sekolah Jualan Kerupuk Demi Bantu Ibunya Cari Nafkah, Ayah Sudah Meninggal
Dalam video tersebut memperlihatkan pria merekam bangunan tiang wifi yang berdiri di tanahnya.
Ia mempertanyakan pembangunan tiang wifi tersebut tak izin terlebih dahulu kepadanya sebagai pemilik tanah.
Tak hanya itu, pemilik tanah itu juga mengeluh tempatnya itu akan dibangun rumah.
Tiang wifi itu berdiri di lahan yang akan dijadikannya sebagai pintu masuk rumah.
“Kacau nih, tempat mau dibangun ada tiang beginian di tengah-tengah lagi, tengah-tengah pintu masuk,” ucap pria yang diduga pemilik tanah tempat tiang wifi itu berdiri.
Lalu, pemilik tanah itu kembali menyebut pembangunan tiang wifi tersebut tidak izin dengan nada kesal.
Dalam keterangan disebutkan pemilik tanah tersebut bernama Anton Munandar.
Anton Munandar membagikan keluhannya terkait pembangunan tiang wifi di tanahnya yang tak izin dulu.
Anton menyebut kasus tiang wifi di tanahnya di Lampung Selatan tersebut merepotkan dirinya.
Ia mengaku sudah mencoba menghubungi provider tiang wifi tersebut.
Namun, jawaban provider bernama My Republic itu berbelit membuatnya bulak-balik mengurus hal tersebut.
“Tiang wifi asal bangun, gak izin gak apa sama pemilik tanah.. klo dah bgini merepotkan, harus hubungin sana sini, mending deket, ini dah jauh positif berbelit.. tanggung jawab lah ini si pemilik usaha serampngan,” tulis keluhan Anton Munandar.
Anton juga menceritakan pernah menghubungi provider namun dijawab galak seperi emak-emak.
“Tiang internet my republic, hubungi providernya aja suruh pindahin,” tulis saran dari seorang netizen.
“Dah hubungi via telepon, aduh galak bener kayak emak-emak, malah nyuruh kita yang munda-mandir,” jawab Anton.
Kini, kejadian kasus tiang wifi yang dibangun tanpa izin pemilik tanah di Lampung Selatan ini viral.
Baca juga: Viral, Oknum Polisi Diduga Lakukan Pungli ke Pengendara di Tol Cawang, Dirlantas Sampai Minta Maaf
Tak sedikit warganet yang ikut geram dengan tidakan oknum provider wifi tersebut.
Berikut beragam komentar warganet.
“Gpp dirobohin krn itu tiang di tanah kita tanpa izin dan digunakan bukan utk fasilitas negara tp utk bisnis jdi wajib bongkar soalnya prh kejadian mreka psang di halaman rumahku jdi kami robohin krn itu tanah pribadi”
“Biasanya sudah izin sama pengurus RT / RW setempat, dan ada uang kontribusi kalo masang tiang kaya gitu, soalnya saya pernah kerja kaya gitu”
“3-4 tahun lalu tiba2 depan rumah ada tiang internet FM. Tanpa ita itu langsung saya robohkan tiangnya saya taruh disitu juga. Besoknya dipasang lagi saya pulang kerja saya robohkan lagi. Akhir malam ada orang yg ketuk pintu pihak FM bawa surat sudah izin RW. Saya bilang kamu ndak izin saya selaku pihak yg punya rumah, Saya suruh pasang diseberang saja. Karena kebetulan ketua RW diseberang rumah”
“Lo punya hak utk robohin itu bang…”
“Udah banyak korbannya ini dari salah satu provider baru yg baru masuk lampung, rumahku salah satu yg hampir jadi korban juga tapi ketauan dan lmgsung kita minta cabut sama mandornya,” tulis beragam komentar warganet.
Kisah Lainnya - Kisah Ibu di Lombok Dipolisikan Anak Kandung karena Sengketa Tanah hingga Dituding Lakukan Perusakan
Rakyah (84), seorang ibu lansia di Lombok ini menelan pil pahit dipolisikan anak kandungnya sendiri gara-gara sengketa tanah.
Rakyah dipolisikan anak kandungnya Saerozi (64).
Diketahui Rakyah merupakan warga Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Di usianya yang seharusnya menikmati masa senja, ia justru berseteru dengan anaknya sendiri gara-gara sengketa tanah.
Anak kandung ibu tersebut tega membawa masalah ini ke ranah hukum.
Baca juga: Viral Video Emak-emak Pengendara Mobil Mini Cooper Adang Bus Transjakarta, Tak Terima Mobil Bonyok
Rakyah dilaporkan Saerozi karena dianggap telah melakukan perusakan di lahan sebesar 28 ribu meter persegi.
Rakyah menyebut jika lahan sebesar 28 ribu meter persegi yang dipermasalahkan itu milik suaminya, Multazam, yang sudah wafat tahun 1999.
Rakyah menjelaskan Saerozi mengaku sudah membeli tanah 28 ribu meter persegi itu dari almarhum bapaknya pada 1991 seharga Rp 5 juta.
Namun, saat diminta untuk memberikan bukti pembelian tanah tersebut, Saerozi tak bisa menujukkannya.
Saerozi lalu menyebut bahwa ibu lansianya itu sudah hilang ingatan.
"Dibilang saya gila, dibilang saya tidak ingat apa-apa, itu caranya melaporkan saya," ucap Rakyah.
"Dibilang gila oleh anak sendiri,"
"Saya dianggap merusak rambutan dan pohon pisang waktu itu," imbuhnya pilu.
Lalu pengacara Rakyah Bhukori Muslim menjelaskan kliennya dilaporkan atas tuduhan pengrusakan lahan oleh Saerozi.
"Jadi klien kamu ini dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri dengan tuduhan pengrusakan dan pemakaian tanah tanpa izin," kata Bukhori.
"Karena anaknya ini menganggap dia memiliki sertifikat,"
"Jadi tanah ini adalah tanah waris, karena dari dulu tanah ini milik dari Haji Multazam suami dari nenek Rakyah,"
"Anak pertama ini ya mengusai semua tanahnya, dari 9 anak," imbuhnya.
Bhukori menjelaskan tanah yang diklaim Saerozi memang memiliki sertifikat.
Akan tetapi sertifikat tersebut dibuat saat progam nasional, pemberian sertifikat tanah gratis.
"Sertifikat itu dikeluarkan pada progam sertifikat gratis," ujar Bhukori.
"Kami anggap ada kelemahan," imbuhnya.
Baca juga: PILU Nenek di Klaten Tinggal Serumah dengan Mayat Suami, Tak Tahu Suaminya Sudah Meninggal
Sebelum dilaporkan ke polisi, Rakyah dan 7 anaknya yang lain pernah mengajak Saerozi untuk mediasi.
Dalam mediasi di kantor kepala desa tersebut, Saerozi diminta untuk menunjukkan bukti pembelian tanah tersebut.
"Jadi anak ini pengakuan secara sepihak oleh anak pertama, sudah dibeli oleh almarhum bapaknya," kata Bhukori.
"Tapi saat di mediasi, ditanya kapan dibeli, siapa saksinya, mana akta jual belinya dia tidak mampu membuktikan," imbuhnya.
Tak cuma itu, saat diminta bersumpah atas nama tuhan, Saerozi menolaknya.
"Kita lalu meminta si anak untuk bersumpah atas nama tuhan, tapi dia tidak mau, tidak berani," kata Bhukori.
"Lalu selesai mediasi, dia langsung laporkan ibu kandung dan 7 saudaranya ke polisi," imbuhnya.
Bhukori lalu membantah kalau kliennya pikun atau terganggu mentalnya.
"Jadi klien kami ini sehat, tidak ada hilang ingatan, tidak pikun, tidak gila," tegasnya.
Sebagian artikel ini diolah dari TribunJakarta.com