TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengelolaan sampah di Jawa Barat membutuhkan perhatian serius pada sektor hulunya, yakni peningkatan upaya masyarakat secara mandiri dalam mengelola sampah yang dihasilkannya.
Dengan demikian, sampah dapat diolah di lingkungan masyarakat dan hanya sebagian kecil yang dibuang ke tempat pengolahan sampah.
Permasalahan yang mendasar ini menjadi perhatian serius Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Hj. Tina Wiryawati, S.H., yang terus aktif berupaya memberikan edukasi pengolahan sampah di hulunya.
Ia mengatakan walaupun tidak seksi, isu pengolahan sampah merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan harus mendapat perhatian serius pemerintah.
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, pencemaran tertinggi di Jawa Barat berasal dari 60 persen sampah domestik atau rumah tangga.
Komposisi produksi sampah per hari bisa mencapai 25.000 ton dengan 60 persen sampah organik dan 40 persen sampah anorganik.
Dari jumlah sampah yang dihasilkan sekitar 40 persen sampah dapat ditangani dengan baik, sedangkan 60 persen masih belum dapat dikelola dengan baik.
"Kebanyakan sampah di kita faktanya belum diolah dengan baik. Selama ini warga desa kebanyakan hanya membakar sampah atau bahkan membuang sampah sembarangan. Padahal kuantitas sampah selalu bertambah tiap tahun dan tempat pembuangan sampah akhir makin menggunung," kata Tina di Bandung, Senin (20/3/2023).
Anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini mengatakan bukan hanya di desa, di kawasan perkotaan pun produksi sampah terus meningkat setiap tahunnya.
Sehingga, jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir pun semakin banyak padahal kapasitasnya terbatas.
"Kalau tidak ditangani segera secara serius, sungai terus menjadi tempat sampah yang akhirnya mengakibatkan banjir. Belum lagi yang dibuang sembarangan ke banyak tempat," katanya.
Tina menekankan sampah bukan masalah sepele sehingga harus ditindak di hulunya.
Seperti diketahui, TPPAS Legoknangka di Bandung dan Nambo di Bogor pun belum bisa beroperasi sehingga tempat pembuangan akhir masih sangat terbatas.
"Legok Nangka, Nambo sudah habis anggaran triliunan malah cicing wae. Anggaran terus mengucur tapi sampah mah berarakan wae. Makanya kita mulai dari hulunya dulu lah, mind set masyarakatnya ditata dari desa-desa," katanya.