Buntut Tragedi Event Trail, Ranca Upas Akhirnya Ditutup untuk Umum

Penulis: Nazmi Abdurrahman
Editor: Ravianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berkemah di Kampung Cai Ranca Upas, Kabupaten Bandung. Lokasi wisata Ranca Upas, Kabupaten Bandung, akhirnya ditutup untuk kegiatan wisata hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Lokasi wisata Ranca Upas, Kabupaten Bandung, akhirnya ditutup untuk kegiatan wisata hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Penutupan disampaikan langsung pengelola Ranca Upas, Riki Setiadi, kepada Tribun Jabar saat dihubungi melalui telepon, Minggu (12/3).

Penutupan di semua wahana di Rancaupas ini, ujar Riki, mereka lakukan menyusul kerusakan lingkungan yang terjadi pasca-event Ranca Upas Camping Adventure Explore 2023 yang diikuti ribuan pesepeda motor trail, 5 Maret lalu. Penutupan dilakukan mulai 8 Maret untuk pemulihan lokasi yang rusak di area savana.

"Namun, sampai kapannya ditutup, saya belum tahun pasti. Kami masih nunggu kabar pimpinan selanjutnya, untuk buka lagi," ujarnya.

Terkait mereka yang sudah reservasi sebelum 8 Maret, ujar Riki, masih diperbolehkan memanfaatkan semua wahana di Rancaupas sesuai dengan rencana.

"Rancaupas ditutup sementara untuk reservasi baru. Namun, mereka yang sudah melakukan reservasi, seperti ke iglo, camper van, atau bobo cabin sebelum tanggal penutupan, masih bisa," ujarnya.

Event sepeda motor trail di Rancaupas merusak sedikitnya 1,5 hektare rawa yang ditumbuhi Eriocaulon brownianum mart, yang juga dikenal dengan sebutan edelweis rawa. Bunga ini hanya tumbuh di dua negara di dunia, yakni di Indonesia dan di California, Amerika Serikat. Di Indonesia, bunga ini hanya tumbuh di Rancaupas, Kabupaten Bandung, dan di sekitar Danau Ciharus, Kabupaten Garut.

Panitia penyelenggara event trail yang merusak kawasan Ranca Upas, Kabupaten Bandung membuka donasi untuk para petani bunga rawa. (Instagram @trail_pasiripis)

Di Rancaupas, bunga ini juga dibudidayakan oleh para petani setempat dan menjadi salah satu sumber matapencaharian mereka di sana. Lahan bunga rawa yang rusak, kemarin, sebagian adalah lahan yang selama ini dirawat para petani.

Pengamat Lingkungan Hidup dari Gunung Institute, Pepep DW, mengatakan kerusakan karena event sepeda motor trail di Rancaupas, 5 Maret lalu, sebenarnya jauh lebih luas dari yang selama ini diberitakan. Kerusakan tak hanya terjadi di kawasan bunga rawa, kerusakan yang bahkan lebih parah, ujarnya, juga terjadi di hutan lindung dan sungai purba di wilayah tersebut.

"Mereka masuk ke Leuweung Tengah, yang masih menjadi habitat satwa endemik yang dilindungi, Panthera pardus, lutung Jawa, surili, masih ada di sana. Itu jelas akan terganggu. Kedua, lapisan tanah di Leuweung Tengah itu unsur haranya sudah tinggi sekali," ujarnya, Rabu (8/3).

Baca juga: Event Trail yang Rusak Ranca Upas Bandung Catut Logo Pemkab Bandung, Bupati: Saya Tak Dapat Kabar

Pepep mengatakan hutan yang berusia ribuan tahun dan belum pernah dilewati kendaraan bermotor sekalipun, kali ini dilewati langsung sekitar 2.000 motor trail. Bahkan dalam sebuah video yang ia terima, ujarnya, tampak sebuah motor tenggelam di jalur tersebut.

"Motornya tenggelam karena tanahnya memang lapuk. Bayangkan, 2.000 motor ibi melewati jalur yang sama dalam satu waktu. Kedua, sungai di sana adalah sungai purba, itu dilalui juga."

"Sudah pasti akan terjadi sedimentasi karena tergerusnya tanah yang nanti kalau hujan, tanah-tanah itu akan berakhir di sungai-sungai dan sungai-sungai menjadi landai. Biotik air terancam, dan yang paling utama dari menjadi preseden buruk hutan lindung dijadikan lahan offroad," katanya.

Ia mengatakan akan sulit untuk melakukan restorasi kawasan hutan yang sudah rusak tersebut. Hal ini dicontohkan oleh restorasi di Ciharus yang hingga kini belum bisa menggantikannya ke kondisi awal.

Pakar Taksonomi Tumbuhan Universitas Padjadjaran (Unpad), Joko Kusmoro, mengatakan, jangankan diinjak atau dipakai lintasan motor trail, keberadaan bunga rawa bisa saja hilang hanya karena keberadaan manusia di sekitarnya.

"Dia tuh, (bunga rawa) sebetulnya kena bau keringat juga bisa lama kelamaan tidak beradaptasi," ujarnya, Sabtu (11/3).

Joko meminta kepada pihak-pihak yang berwenang agar melindungi tumbuhan tersebut. Sebab, selain untuk kelestarian lingkungan, keberadaan bunga itu pun sangat penting untuk ranah akademik.

"Kalau sudah hilang kaya gitu, mungkin tidak ditemukan lagi," katanya.(lutfi ahmad mauludin/nazmi abdurahman)

Berita Terkini