Banyak dari penonton itu adalah petani dan mereka pergi ke lapangan langsung dari kebun atau sawah mereka.
Saya bersyukur karena tidak pernah mengalami kejadian yang tak diinginkan.
Acungan golok dan kepalan tangan mereka lebih banyak hanya cara mereka untuk meruntuhkan mental tim lawan.
Mereka pun pasti berpikir panjang jika melakukan keributan dan dalam keributan itu mereka menggunakan senjata tajam.
Apakah tidak pernah ada perkelahian antarpenonton? Ada juga.
Bahkan beberapa tahun lalu pernah terjadi pekelahian yang menyebabkan turnamen sepak bola antardesa sekecamatan dicoret dari acara tetap Agustusan.
Itu terjadi setelah saya pensiun dari sepak bola antarkampung.
Baiklah, tulisan ini sekadar kenangan saya akan masa ketika masih menjadi pemain sepak bola kampung, tatkala kami senang mengidentifikasikan diri sebagai tim “Persib” karena kami menyukai cara bermain yang sama dengan tim Persib—meski tentu dengan level yang jauh berbeda.
Sebagai “pensiunan” pemain, saya membayangkan alangkah indahnya jika semua tim bersahabat dan pendukungnya bisa menonton dengan damai.
Mungkin kelak setelah pandemi berlalu. (*)