Laporan Wartawan Tribun Jabar, Isa Rian Fadilah
TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Seni merangkai bunga Jepang, Ikebana, sudah begitu dikenal di seluruh dunia. Menurut Ketua Komunitas Ikebana Ohara Bandung, Andajani Trahaju, ada lebih dari 300 komunitas Ikebana resmi di seluruh dunia.
Satu di antaranya berada di Jakarta. Berbeda dengan seni merangkai bunga Eropa, Ikebana memiliki ciri khas pada kesederhanaan rangkaian bunga.
Ikebana berasal dari kata Ikiru (hidup) bana (bunga). Andajani yang pernah belajar Ikebana di Jepang selama enam tahun mengartikan Ikebanda sebagai seni merangkai bunga yang membutuhkan ekspresi kreatif dan penjiwaan dari perangkainya.
Penjiwaan antara perangkai dan alam sekitarnya diperlukan dalam Ikebana. Tanpa penjiwaan, Ikebana tidak akan terlihat hidup dan memiliki ruh.
"Kalau tidak ada penjiwaan, yang terjadi rangkaian itu tidak seperti hidup. Karena di dalam setiap rangkaian Ikebana seperti ada ruhnya, jiwanya. Dalam membuat Ikebana, kita berusaha bagaimana dia tampak hidup," ujarnya, saat ditemui Tribun pada pesta perpisahan anggota Ikebana Ohara di Jalan Kiputih Ciumbeleuit Bandung, kemarin.
Ikebana dikatakan seni karena keindahan akan kesederhanaannya. Keindahan dihasilkan dari keterampilan seorang perangkai memadupadankan beragam tangkai dan bunga sederhana menjadi satu kesatuan.
Orang bisa merasa damai dan teduh ketika melihat rangkaian bunga Ikebana.
Menurut Andajani, asal muasal Ikebana muncul dari ajaran Budha yang selalu mempersembahkan bunga di sisi kiri dan kanan patung. Kini, ada lebih dari 300 aliran Ikebana di Jepang. Salah satunya adalah Ohara.
Seperti aliran lainnya, rangkaian bunga pada aliran Ohara pun pada dasarnya memiliki tiga batang utama yang menyimbolkan surga, bumi, dan manusia.
Tiga batang tersebut tidak harus selalu berbeda jenis tanaman. Dalam satu rangkaian, setiap batang menempati posisinya masing-masing, berjarak antar satu batang dengan lainnya.
Dalam Ikebana, tanaman pun harus diperlakukan sebaik mungkin.
"Dalam setiap rangkaian Ikebana, bunga diperlakukan seperti di alam, tidak boleh dempet-dempet. Seperti manusia, kalau sesak-sesakan mereka tidak bisa napas. Jadi bunga harus dirangkai seperti di alamnya sendiri. Setiap tangkai itu ada ruang untuk bernapas, tidak bisa seperti bunga Eropa yang ditumpuk-tumpuk padat," kata Andajani.