Tidak Ada Premium dan Medium, Klasifikasi Beras Akan Dihilangkan Setelah Kasus Oplosan
Pemerintah akan meniadakan jenis beras premium dan medium. Penyebabnya, ada kasus beras premium yang ternyata hasil pengoplosan.
Terkait adanya oplosan beras premium, Arief menjelaskan bahwa praktik tersebut memang ada berupa pencampuran butir patah dengan butir kepala.
Namun pencampuran tersebut harus sesuai standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas adalah kualitas. Ini yang harus dijaga," kata Arief.
Terkait itu, kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.
Baca juga: Anggota DPRD Jabar Edukasi Beras Oplosan hingga Bagikan Sembako Murah di Parongpong Bandung Barat
Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen.
Sedangkan kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.
Tidak jauh berbeda, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50 persen.
Lalu, butir kepala minimal 85,00 persen; butir menir maksimal 0,50 persen; butir merah/putih/hitam maksimal 0,50 persen; butir rusak maksimal 0,50 persen; butir kapur maksimal 0,50 persen; benda asing maksimal 0,01 persen, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.
"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," tambah Arief.
Tidak Diperbolehkan
Arief mempertegas praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran.
"Kemudian, untuk beras subsidi pemerintah, itu yang tidak boleh dicampur atau dioplos. Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp 12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," kata Arief.
"Beras SPHP itu beras medium. Tapi memang beberapa waktu lalu kualitas sangat baik, karena broken-nya hanya 5 persen. Ini yang dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain," ujarnya.
"Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang harus jelas, terregistrasi secara digital," ucap Arief. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pemerintah Hapus Jenis Beras Usai Ramai Pengoplosan: Tak Ada Lagi Premium dan Medium
Mariah Carey Sukses Memukau Ribuan Penonton di Konser Privat di Sentul |
![]() |
---|
Cara Cek NIK KTP Terdaftar Penerima Bansos yang Cair Bulan Oktober 2025 atau Tidak, Bisa Lewat HP |
![]() |
---|
Solusi Kurangi Ketergantungan Beras: Cirebon Jadi Pilot Project Tanam Sorgum Kolaborasi Pemprov-PTDI |
![]() |
---|
Cara Daftar Jadi Penerima Bansos Pakai NIK KTP, Ada 6 Cair Bulan Oktober 2025 Termasuk Beras 10 Kg |
![]() |
---|
Cara Dapatkan 6 Bansos Cair Bulan Oktober 2025, Ada BPNT Rp 200 Ribu hingga Beras 10 Kg, Siapkan KTP |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.