Anggota DPRD Jabar Komisi V Zaini Shofari Bilang Begini Soal Polemik Rombel 50 Siswa per Kelas

Menurut Zaini, aturan rombel 50 siswa per kelas untuk jenjang SMA/SMK, sudah tidak sesuai dengan aturan kementerian pendidikan

Istimewa
ZAINI SHOFARI - Anggota DPRD Jabar dari Fraksi PPP Komisi V, Zaini Shofari mengatakan aturan rombel 50 siswa per kelas untuk jenjang SMA/SMK, sudah tidak sesuai dengan aturan kementerian pendidikan yang tertuang dalam Permendikbudristek nomor 47 tahun 2023, di mana standar nasional pendidikan dan menetapkan batas maksimal itu ialah 36 siswa. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Polemik terkait aturan rombongan belajar atau rombel 50 siswa per kelas masih terus bergulir hangat dalam tahapan penerimaan murid baru tahun ajaran 2025/2026. Polemik ini pun menyita perhatian anggota DPRD Jabar dari Fraksi PPP Komisi V, Zaini Shofari untuk turut berkomentar.

Menurut Zaini, aturan rombel 50 siswa per kelas untuk jenjang SMA/SMK, sudah tidak sesuai dengan aturan kementerian pendidikan yang tertuang dalam Permendikbudristek nomor 47 tahun 2023, di mana standar nasional pendidikan dan menetapkan batas maksimal itu ialah 36 siswa.

"Jelas itu tak akan efektif dan kondusif. Yang ada itu bakal menurunkan kualitas pembelajaran dan bertentangan dengan peraturan yang ada," katanya dihubungi, Rabu (9/7/2025).

Zaini pun mengaku beberapa kali turun langsung meninjau ke sekolah-sekolah dan didapatkan banyak sekolah yang masih sempit ruangan kelasnya, sehingga kebijakan satu rombel 50 siswa sangatlah keliru dan tak representatif.

"Jadi, Permendikbud yang mengatur satu kelas 36 siswa itu sudah melalui kajian, sedangkan yang rombel 50 siswa itu kajian dari mana? Tak usah memakai alasan untuk mengoptimalkan atau menjemput anak-anak yang miliki potensi tak melanjutkan sekolah, sehingga mencoba memaksimalkannya menjadi 50 siswa per kelasnya," ujarnya 

Lebih lanjut, Zaini pun menyebut para guru atau kepala sekolah pun merasa terbebani meski tak diucapkan secara langsung terkait masalah ini.

"Pemprov (Disdik) atau gubernur pun enggak ada bahasan atau diskusi bersama kami soal kebijakan ini, tiba-tiba main edarkan saja kebijakan tersebut. Minimalnya kan kalau ada kebijakan itu ya dikaji dahulu atau diskursus, meski memang gubernur memiliki kuasa penuh dalam pemegang otoritas. Tapi, pola atau model semacam ini tidaklah bagus," katanya

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved