Kakak Ceritakan Firasat sebelum 2 Adiknya Tewas di Tambang Longsor Argasunya Cirebon: Bapak Nelpon

Heru Anggara, kakak kandung korban, menceritakan firasat yang sempat ia rasakan sebelum kedua adiknya berangkat kerja ke lokasi tambang

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Cirebon/ Eki Yulianto
WAWANCARA - Heri Anggara, kakak dari Dani Danara (29) dan Riyan Adriani Pamungkas (23), dua bersaudara yang tewas tertimbun longsor saat menambang pasir secara tradisional di kawasan galian C ilegal, Blok RT 2 RW 10 Kedung Jumbleng, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Rabu (18/6/2025) pagi. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON  - Tangis duka masih menyelimuti keluarga Dani Danara (29) dan Riyan Adriani Pamungkas (23), dua bersaudara yang tewas tertimbun longsor saat menambang pasir secara tradisional di kawasan galian C ilegal, Blok RT 2 RW 10 Kedung Jumbleng, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Heru Anggara, kakak kandung korban, menceritakan firasat yang sempat ia rasakan sebelum kedua adiknya berangkat kerja ke lokasi tambang, Rabu (18/6/2025) pagi.

“Ya sebelum berangkat, firasat mah ada,” ujar Heru saat diwawancarai media selepas pemberhentian pencarian korban, Rabu (18/6/2025) sore. 

Ia menyebut, sang ayah sempat menelepon dan meminta anak-anaknya pulang karena jumlah pekerja sudah mencukupi.

Baca juga: Berkaca Kasus Remaja di Cirebon, Pemprov Jabar Bakal Naikkan Jumlah Rombongan Belajar

Namun, kedua adiknya tetap memutuskan bekerja demi penghasilan harian.

“Bapak kan nelpon ya, katanya udah cukup kulinya, suruh pulang aja. Tapi adik-adik saya bilang, ‘terusin aja, lumayan’,” ucapnya, dengan suara lirih.

Heru juga mengaku beruntung, karena pada hari kejadian ia tidak ikut bekerja di lokasi tambang tersebut.

“Nah tadi keberuntungan saya gak berangkat,” jelas dia. 

Kedua korban, kata Heru, memang sudah lama menggantungkan hidup dari pekerjaan tambang pasir tradisional di kawasan Argasunya.

Meski tahu aktivitas itu ilegal dan berisiko, mereka tak punya banyak pilihan.

“Ya kami mengandalkan hidupnya di sinin (tambang Argasunya). Tahu (kalau ilegal dan dilarang), cuma buat makan sehari-hari di sini sih,” katanya.

Heru menjelaskan, adik-adiknya belum memiliki pekerjaan tetap.

Upah harian dari menambang juga tidak menentu, antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu.

“Namanya juga kuli. Belum ada kerjaan yang tetap,” ujarnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved