Soal Vasektomi sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Dinilai Kebablasan: Diminta Dengarkan Saran Ulama

Seorang pemimpin seperti KDM diharapkan lebih bijak dalam menyampaikan ide-idenya, terutama terkait isu-isu sensitif.

Tribun Cirebon/ Eki Yulianto/ Arsip
ANTRE VASEKTOMI - Puluhan pria dewasa di Kabupaten Majalengka tampak sejak pagi antre untuk mengikuti prosedur vasektomi, sebuah metode kontrasepsi permanen bagi laki-laki di Pos Kesehatan Kodim 0617 Majalengka, Senin (21/4/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), menuai kritik keras setelah pernyataannya mengenai vasektomi sebagai syarat bagi penerima Bantuan Sosial (Bansos) diungkapkan ke publik. Ide ini memicu perdebatan sengit, terutama jika benar-benar menjadi kebijakan resmi yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyampaikan kecamannya terhadap wacana tersebut.

“Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM yang kebablasan, ceroboh, dan tidak dipikirkan secara matang soal vasektomi jadi syarat penerima Bansos,” ujarnya, Jumat (2/5/2025). 

Toto menekankan bahwa seorang pemimpin seperti KDM seharusnya lebih bijak dalam menyampaikan ide-idenya, terutama terkait isu-isu sensitif.

Ia mengingatkan pentingnya KDM untuk mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk dari organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum mengambil sikap atau mengeluarkan pernyataan kontroversial.

“KDM jangan sampai terbuai oleh popularitasnya di tengah warga Jabar yang sedang ‘demam KDM,’ hingga merasa bebas bicara tanpa kendali,” lanjut Toto. Ia juga memperingatkan bahwa kesalahan semacam ini dapat menjadi faktor yang mempercepat berakhirnya momen indah antara KDM dan masyarakat Jawa Barat.

Toto memahami semangat KDM untuk memastikan efektivitas distribusi Bansos. Namun, menurutnya, cara yang diusulkan KDM terlalu gegabah.

“Tidak bisa begitu saja menyimpulkan bahwa warga miskin penerima Bansos adalah mereka yang memiliki banyak anak,” katanya dengan tegas.

Toto menyoroti bahwa dalam perspektif Islam, anak adalah karunia yang harus disyukuri. 

Meski demikian, tidak ada larangan bagi individu atau pasangan yang memilih memiliki jumlah anak tertentu, baik itu satu, dua, atau lebih. Bahkan, keputusan untuk tidak memiliki anak sekalipun dihormati selama tidak ada unsur pemaksaan.

Toto menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh memberlakukan aturan yang memaksa seseorang untuk membatasi jumlah anak. Program Keluarga Berencana (KB) yang dirancang pemerintah pusat, misalnya, tidak bersifat memaksa, melainkan hanya sebatas memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

“Setelah diberikan pemahaman, keputusan akhirnya tetap berada di tangan warga masing-masing,” jelasnya.

Ia juga memperingatkan bahwa memaksakan kewajiban seperti vasektomi dapat melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Tindakan ini, menurut Toto, jelas mendiskriminasi warga dengan mewajibkan mereka menjalani prosedur medis tertentu hanya demi mendapatkan Bansos.

“Karena itu, fatwa MUI pun mengharamkan vasektomi. Terlebih, jika prosedur tersebut menyebabkan kemandulan permanen,” imbuhnya.

Toto menjelaskan bahwa fatwa MUI memberikan pengecualian untuk vasektomi dalam kondisi tertentu yang sesuai dengan prinsip Islam. Namun, ia menegaskan bahwa menjadikannya syarat penerima Bansos bukanlah salah satu pengecualian tersebut.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved