5 Karyawan Diduga Dipaksa Keluar dari Perusahaan di Sukabumi, SPN: Mereka Ditakut-takuti

Terdapat 5 orang anggotanya yang bekerja sebagai sopir di salah satu perusahaan di Cikembar yang diduga diputus hubungan kerja secara paksa.

tribunjabar.id / M Rizal Jalaludin
Forkopimda saat silaturahmi dengan serikat pekerja Kabupaten Sukabumi, Selasa (29/4/2025). 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id M Rizal Jalaludin

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Hari Buruh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, diwarnai duka oleh karyawan yang diduga dipaksa berhenti bekerja oleh pihak perusahaan.

Hal itu disampaikan DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Sukabumi dalam pertemuan Forkopimda dengan serikat pekerja Kabupaten Sukabumi di Aula Setda, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Selasa (29/4/2025).

Ketua DPC SPN Kabupaten Sukabumi, Budi Mulyadi, memgatakan, terdapat 5 orang anggotanya yang bekerja sebagai sopir di salah satu perusahaan di Cikembar yang diduga diputus hubungan kerja secara paksa.

"Ya, jadi kita kemarin tanggal 14 April 2025 ada 5 anggota SPN di perusahaan yang diputus hubungan kerjanya melalui indikasi dugaan pemaksaan dengan cara diminta untuk mengundurkan diri," ujar Budi kepada Tribun.

Budi menjelaskan, 5 orang yang di PHK itu diduga mendapatkan intimidasi dari pihak perusahaan, bahkan mereka tidak mendapatkan pesangon. Mereka diduga dipaksa mengundurkan diri.

"Mereka ditakut-takuti, mereka juga merasa diintimidasi, sehingga mereka dengan sangat terpaksa mengundurkan diri dengan alasan adanya dugaan markup nota BBM, karena mereka ini adalah bagian sopir, padahal hal tersebut sudah diketahui perusahaan semenjak awal," kata Budi.

"Mereka bekerja di sana 23 tahun, yang paling baru itu adalah 14 tahun, jadi antara 14 - 23 tahun, itu sudah rutin dan diketahui," jelasnya.

Budi mengatakan, sebelum dipaksa mengundurkan diri, mereka menuntuk upah lembur ke pihak perusahaan. Namun, tak digubris dan mereka disarankan untuk mengambil upah lebih dari uang BBM.

"Itu dilakukan oleh mereka juga sebetulnya mereka secara langsung tidak mau, mereka dalam satu tahun itu menuntut upah lembur, karena mereka bekerja misalnya berangkat jam 7 pagi pulang jam 10 malam juga tidak ada lembur, ke Jawa Timur mereka 3 hari 3 malam mereka di sana nungguin di kolong ban kan bawa barang, nah tidak ada lembur. Mereka mengusulkan, berupaya supaya jatah lembur itu betul-betul bisa dijalankan," urai Budi.

"Tapi pimpinan di bagian tersebut selalu menyampaikan bahwa ya sudah ajalah itu melalui BBM itu penambahan, secara tidak langsung itu udah diketahui, dan itu sudah berjalan bukan sebulan dua bulan, bahkan 23 tahun lah anggap," ujar dia.

Budi pun mengurai cara sopir mengambil uang lebih dari pembelian BBM berdasarkan perintah pimpinan mereka.

"Hal itu pun dilakukan berdasarkan petunjuk di bagian itu, misalkan kamu kalau pakai mobil double perbandingannya adalah 1 banding 6 kan kilo meternya, terus kamu pakai engkel perbandingannya 1 banding 7. Nah, nota itu pun disampaikan sesuai dengan intruksi kilo meter yang tadi disebutkan. Sehingga menurut hemat kami dugaan markup ini pun tidak mendasar, sehingga kami memprotes PHK itu," ucapnya.

Diketahui, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) telah mendapatkan informasi tersebut. 

Plt Kepala Disnakertrans Kabupaten Sukabumi, Bambang Widyantoro, mengatakan, pihaknya telah menerima audiensi dari SPN terkait permasalahan tersebut. Namun, belum menerima laporan resmi.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved