'Jangan Ciut Nyali' kata Anggota DPR soal Tarif Resiprokal AS, Sebut Ekspor ke AS Cuma 2 Persen PDB

Ia menyoroti ketidaksesuaian data terkait surplus perdagangan Indonesia-AS yang masih perlu dibenahi. 

Editor: Ravianto
DOK
JANGAN TAKUT AS - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, menilai kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) semestinya dijadikan momentum oleh Indonesia untuk memperkuat kedaulatan nasional 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, menilai kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) semestinya dijadikan momentum oleh Indonesia untuk memperkuat kedaulatan nasional, bukan menjadi sumber kepanikan.

Misbakhun menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara besar tidak boleh gentar menghadapi tekanan dari negara manapun, termasuk AS.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (24/4/2025).

“Kita bangsa besar. Jangan sampai nyali kita menciut hanya karena tekanan satu negara. Ini waktunya kita menunjukkan semangat patriotisme dan bahwa Indonesia tidak bisa ditekan begitu saja,” ujar Misbakhun.

Ia menyoroti ketidaksesuaian data terkait surplus perdagangan Indonesia-AS yang masih perlu dibenahi. 

Namun menurutnya, ekspor ke AS sejauh ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap PDB nasional.

“Ekspor kita ke AS hanya menyumbang sekitar 2 persen terhadap PDB. Jadi, tidak ada alasan untuk panik atau menganggap kebijakan ini sebagai ancaman besar. Kita harus tenang dan rasional,” ujarnya.

Lebih jauh, Misbakhun menekankan pentingnya kemandirian dalam sistem pembayaran digital. 

Ia menilai dominasi sistem global seperti SWIFT, Visa, dan Mastercard menciptakan ketergantungan berlebih terhadap negara maju, termasuk AS.

“Negara berkembang seperti Indonesia harus memiliki kedaulatan dalam sektor pembayaran. Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) adalah langkah penting menuju kemandirian tersebut. Kita tak bisa terus mengandalkan sistem asing,” katanya.

Ia juga mengapresiasi sikap Presiden Prabowo Subianto yang membuka ruang negosiasi dan tetap fleksibel dalam menyikapi kebijakan perdagangan internasional. 

Namun Misbakhun mengingatkan bahwa perlindungan terhadap industri dalam negeri harus tetap menjadi prioritas utama.

“Jika kita memiliki sektor unggulan, harus didorong. Tapi kalau belum siap, jangan dipaksakan. Yang penting, semua kebijakan harus berpihak pada kepentingan nasional,” ucapnya.

Lebih lanjut, Misbakhun menekankan bahwa tekanan dari luar negeri seharusnya menjadi motivasi untuk memperkuat ekonomi nasional, bukan alasan untuk menyerah.

“Amerika saja memikirkan kepentingan mereka. Sudah seharusnya kita juga melakukan hal yang sama,” pungkasnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved