Bedah Danantara, Dorong Transformasi Menuju SWF Berstandar Internasional 

jika Danantara tetap bertahan dengan model yang ada sekarang, risikonya akan jadi seperti 1MDB atau LIA yang akhirnya bisa bangkrut.

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Istimewa/ via Tribun Jogja
BADAN DANANTARA - Danantara, atau Daya Anagata Nusantara, merupakan badan pengelola investasi (sovereign wealth fund) yang dibentuk dengan tujuan mengoptimalkan kekayaan negara melalui investasi strategis 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), menuturkan, idealnya Danantara dilahirkan sebagai entitas murni bisnis, agar cita-cita besar Presiden Prabowo Subianto bisa terwujud. 

Prabowo menegaskan bahwa Danantara harus bisa meniru SWF (Sovereign Wealth Fund) sukses dunia, sehingga idealnya kelahiran tersebut wajib sesuai regulasi yang pro-bisnis, bukan pro-politis.

“Bahwa jika pun ada unsur politis, komposisinya cukup 30 persen saja, sedangkan 70% tetap harus diisi kalangan profesional bisnis. Terlebih jika sekarang postur Danantara terlihat menjadi seperti hermaprodit, digadang-gadang hendak bisnis mengelola aset negara namun malah tetap menyertakan instrumen negara ke dalamnya. Ini mau berbisnis atau tata kelola instusi pemerintah?” jelasnya, Selasa (25/3/2025). 

Dia mengatakan, hendaknya dominan Danantara itu bisnis bertujuan agar publik tidak curiga, baik di dalam negeri maupun masyarakat internasional, termasuk pelaku pasar di bursa global.

Oleh karena itu, pihaknya hendak memberi kajian untuk memberikan pemikiran ulang kepada Presiden Prabowo Subianto, dengan asumsi bahwa beliau hanya melahirkan ide besar, sedangkan instrumen dan atau struktur Danantara bukanlah hasil sentuhan langsung tangan Presiden secara murni.

Dia membandingkan Danantara dengan SWF global di negara maju yang sukses seperti Temasek Holdings milik Singapura dengan kepemilikan 100% milik pemerintah, tapi dikelola murni secara profesional. 

“Memiliki struktur Dewan direksi berasal dari kalangan profesional dunia usaha, bukan pejabat aktif. Target mereka profit dan penguatan ekonomi nasional,” katanya. 

Iskandar mencontohkan, Norwegian Government Pension Fund Global, kepemilikan negara, Norwegia dikelola Norges Bank. Dengan struktur yang dipimpin manajer investasi global profesional, bebas pengaruh politik. 

“Target mereka investasi global jangka panjang,” tambahnya. 

Lebih lanjut, SWF Negara Otoriter/Terbelakang yang gagal terlihat pada  1Malaysia Development Berhad dikenal 1MDB yang kepemilikan oleh negara Maysia, kasat mata diintervensi politisi. 

“Strukturnya penuh dengan loyalis politik, bukan profesional. Hasilnya skandal korupsi besar-besaran, dan bangkrut,” tegasnya. 

Demikian juga pada Libyan Investment Authority (LIA) milik negara Libya dikendalikan oleh rezim. Struktur penuh dengam loyalis Gaddafi. Maka hasil yang terlihat adalah dananya dibekukan karena penyalahgunaan.

“Saat ini, jika mau jujur, Danantara lebih mirip dengan SWF model negara berkembang/otoriter ketimbang model negara maju,” imbuhnya. 

Dia menyoroti bahwa komposisi pejabat aktif, termasuk Jaksa Agung dan Ketua KPK sangat terlihat lebih dominan dibanding profesional bisnis. 

Menurutnya, analisis ini menunjukkan potensi risiko terhadap tumpang tindih kewenangan hukum dan bisnis. 

“Pelaku bisnis mana yang sudah teruji mumpuni berkinerja dengan aura sedemikian?, “ sebutnya.

Kendati demikian, akan sangat sulit untuk menarik investor global karena dianggap "alat politik." Itu akan berdampak terhadap kepercayaan publik, tentunya akan merosot karena kental nuansa kekuasaan. 

“Berkuasa itu tidak harus selalu berbisnis, serahkan saja kepada komunitas yang memang pebisnis murni,” ungkapnya. 

Pihaknya merekomendasikan, kata dia, agar Danantara tidak berpostur seperti saat ini sehingga bisa beraroma SWF yang sukses seperti harapan Presiden Prabowo, maka proporsi sebaiknya diubah menjadi 10% pejabat negara yang berfungsi untuk pengawasan hal-hal strategis dan  90?alah profesional bisnis maupun investor global yang bertujuan untuk performa murni bisnis.

Adapun dasar hukumnya, kata dia, diatur UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) menyebut kekayaan negara harus untuk kemakmuran rakyat, bukan elite politik. Lalu ada UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yang menegaskan prinsip efisiensi dan transparansi. 

Termasuk UU No. 19/2003 tentang BUMN  memuat kewajiban mengejar keuntungan dan penguatan ekonomi. Dan UU No. 14/2008 tentang nformasi publik harus terbuka, termasuk laporan keuangan Danantara

Serta UU No. 15/2004 tentang Audit Keuangan Negara dimana BPK wajib mengaudit pengelolaan keuangan SWF Danantara.

Dia juga menjelaskan, hendaknya Standar Santiago Principles (GAPP) prinsip internasional yang dianut SWF diterapkan guna menjamin transparansi dan independensi. Dan OECD Guidelines on Corporate Governance yang justru menekankan pemisahan fungsi negara dan bisnis.

“Agar Danantara tidak kehabisan energi demi menjaga-jaga performa dari kecurigaan publik yang mungkin akan disikapi melalui judicial review untuk menguji aturan hukum yang membuka celah politisasi. Atau gugatan rakyat (Citizen Lawsuit) untuk menguji kecenderungan Danantara bisa merugikan keuangan negara.” 

“Maupun arus desakan audit independen serta  keterbukaan publik, maka tidak salah jika Presiden Prabowo sembari berjalan mengkaji secara dalam terhadap prinsip-prinsip Danantara,” jelas dia. 

Menurutnya, Danantara harus cepat berubah guna mengikuti model SWF negara demokratis maju, bukan model negara berkembang/otoriter. 

“Komposisi ideal 10% pejabat strategis dan 90% profesional bisnis adalah kondisi moderat agar publik dan investor internasional percaya. Audit independen harus tetap bisa berjalan rutin,” ujarnya. 

Iskandar menilai, jika Danantara tetap bertahan dengan model yang ada sekarang, risikonya akan jadi seperti 1MDB atau LIA yang akhirnya bisa bangkrut. Namun, jika reformasi besar dilakukan, Danantara bisa menyerupai kesuksesan SWF. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved