Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah memang telah dinyatakan bebas. Namun, Alex Denni, konsultan swasta yang didakwa turut serta melakukan perbuatan korupsi, hingga tingkat kasasi justru tetap dinyatakan bersalah hingga harus menjalani pidana penjara selama satu tahun di Lapas Sukamiskin. Julius menegaskan, disparitas putusan antara Agus Utoyo dan Tengku Hedi dengan Alex Denni merupakan ancaman kriminalisasi terhadap BUMN dan mitra swasta.
"Pengajuan permohonan peninjauan kembali (PK) oleh Alex Denni tidak bisa dipandang hanya sebagai upaya hukum mencari keadilan semata. Namun, harus menjadi titik tolak perubahan dan perbaikan struktural dan sistemik di Mahkamah Agung RI dalam membenahi prilaku dan norma seluruh hakim di seluruh Indonesia, terutama dalam memeriksa, memutus, dan mengadili perkara splitsing dengan bentuk penyertaan," katanya.
Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakiti, Abdul Fickar Hadjar menilai disparitas putusan antara Agus Utoyo dan Tengku Hedi dengan Alex Denni menunjukkan ketidaksinkronan majelis hakim dalam menggunakan alat bukti yang sama dalam putusan yang berbeda.
“Ini artinya ada kekhilafan hakim dalam memutus perkara. Ada perbedaan menghargai alat bukti sehingga menimbulkan kekhilafan hakim. Jadi, sudah benar jika diajukan PK atas putusan tersebut,” kata Abdul.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.