Musim Panen Garam Tiba, Tengkulak Mengintai, Petambak Cirebon Harus Jual Murah Rp 400 Per Kilogram

Terik matahari yang menyengat di puncak kemarau Agustus hingga September membawa harapan bagi petambak garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
Potret garam yang ada di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto 

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON- Terik matahari yang menyengat di puncak kemarau Agustus hingga September membawa harapan bagi petambak garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon.

Panen raya telah tiba, sebuah anugerah yang dinanti-nanti setelah berbulan-bulan bekerja keras. 

Sejak fajar menyingsing, ratusan petambak dengan penuh semangat menuju tambak garam mereka, sebuah warisan turun-temurun yang menjadi tumpuan hidup.

Baca juga: 5 Ton Garam Bakal Ditabur di Langit Jawa Tengah untuk Atasi Cuaca Ekstrem, Disemai di Tegal-Pemalang

Namun, di balik berkah musim kemarau ini, terselip kekhawatiran yang tak kunjung reda.

Harapan para petambak agar hasil keringat mereka dihargai setinggi langit seketika runtuh, terempas oleh kenyataan pahit.

Tengkulak, yang seolah berperan sebagai penguasa harga, kembali menekan harga garam hingga titik nadir.

Padahal, baru beberapa bulan yang lalu, pada Juni 2024, harga garam sempat bertengger di angka Rp 800 per kilogram.

Namun, angka itu cepat menguap, turun bertahap hingga kini, di puncak panen raya, harga garam hanya dihargai Rp 400 per kilogram.

Baca juga: Menu Padat Gizi Bijak Garam dari Dapur Umami Bisa Bantu Cegah Stunting

"Harganya terus-terusan anjlok, sekarang hanya Rp 400 per kilogram dan informasinya bakal turun lagi," keluh Wawan (49), seorang petambak setempat pada Selasa (3/9/2024).

Tak hanya itu, dari harga tersebut, Wawan dan rekan-rekannya masih harus membayar upah kuli panggul atau yang disebut pocok, yang berkisar antara Rp 6.000 hingga Rp 7.000 per karung ukuran 50 kilogram, bergantung jaraknya.

Di sisi lain, Sulaeman (41), petambak lain di desa itu, menambahkan bahwa para petambak seperti mereka sudah terbiasa menerima nasib ini.

Tengkulak yang mengendalikan harga telah menjadi bagian dari kehidupan mereka, bahkan mayoritas petambak memiliki utang kepada para tengkulak, membuat mereka terpaksa menjual hasil panen kepada para tengkulak tersebut.

garam yang ada di Desa Rawaurip, 11111
Potret garam yang ada di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Tribuncirebon.com/eki yulianto

"Kita tidak bisa berbuat apa-apa, karena harga yang menentukan penimbang (tengkulak)."

"Sudah biasa kalau sudah banyak garam atau panen raya seperti sekarang ini, penimbang langsung menurunkan harganya," ucap Sulaeman.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved