Kritikan Pedas Dewan Guru Besar UI Sebut DPR Khianati Konstitusi, Indonesia Bahaya Otoritarianisme

Memanasnya konflik politik soal putusan MK dan DPR yang sedang ramai terjadi turut mengundang kecaman dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia

Editor: Hilda Rubiah
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Kritikan Pedas Dewan Guru Besar UI Sebut DPR Khianati Konstitusi, Indonesia Bahaya Otoritarianisme 

TRIBUNJABAR.ID - Memanasnya konflik politik soal putusan MK yang sedang ramai terjadi turut mengundang kecaman dari berbagai pihak.

Termasuk mengundang kritikan pedas dari para akedemisi hingga pakar.

Seperti kritikan pedas terhadap pemerintah dari Dewan Guru Besar Universitas Indonesia (DGB UI).

Dewan Guru Besar UI ini menilai Indonesia tengah terjadi krisis konstitusi akibat pembangkangan yang dilakukan DPR secara arogan dan vulgar telah mempertontonkan pengkhianatan konstitusi.

Baca juga: Guru Besar sampai Ahli Ilmu Tata Negara Gabung Massa di Depan Gedung MK, Nyanyikan Lagu Perlawanan

DGB UI pun meminta DPR RI untuk segera menghentikan revisi Undang-Undang Pilkada.

Akibat tingkah DPR yang mengkhianati konstitusi, Dewan Guru Besar UI mengingatkan bahwa Indonesia kini berada dalam bahaya otoritarianisme yang seakan mengembalikan Indonesia ke era kolonialisme dan penindasan.

"Tingkah-polah tercela yang diperlihatkan para anggota DPR itu, tak lain dan tak bukan merupakan perwujudan kolusi dan nepotisme, yang pada 1998 telah dilawan dengan keras oleh aksi massa dan mahasiswa sehingga melahirkan Reformasi," demikian keterangan tertulis DGB UI, Kamis, 22 Agustus 2024.

DGB UI juga menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat bagi semua, termasuk semua lembaga tinggi negara.

Mereka menganggap DPR merevisi UU Pilkada, namun mengabaikan putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dan No.70/PUU-XXII/2024.

"Nyata-nyata DPR sangat menciderai sikap kenegarawanan yang dituntut dari para wakil rakyat," tulisnya.

Menurut mereka, tidak ada dasar filosofis, yuridis, maupun sosiologis yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengubah persyaratan usia calon kepala daerah termasuk besaran kursi parpol melalui revisi UU Pilkada.

"Perubahan-perubahan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara seperti MK versus DPR sehingga kelak hasil Pilkada justru akan merugikan seluruh elemen masyarakat karena bersifat kontraproduktif dan akan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara," tegas mereka.

Konsekuensinya adalah runtuhnya kewibawaan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, dan hukum akan merosot ke titik nadir bersamaan dengan runtuhnya kepercayaan Masyarakat.

Karenanya, mereka meminta; pertama, DPR menghentikan revisi UU Pilkada. Kedua, bertindak arif, adil, dan bijaksana dengan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan.

Ketiga, meminta KPU segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 demi terwujudnya kedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved