Pilpres 2024

Pengamat Politik Ragukan PDIP Berani Jadi Oposisi, Ini Alasannya

Ujang melihat pemerintah Prabowo-Gibran bakal sangat kuat dengan total sembilan partai pengusung ditambah dengan bergabungnya NasDem dan PKB.

Editor: Hermawan Aksan
Istimewa
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan PDIP dan PKS bakal menjadi oposisi yang kuat mengingat pengalaman mereka sebagai partai oposisi. 

Terlebih, menurut Emrus, PDIP telah memiliki pengalaman di pemerintahan pada dua periode terakhir.

"Karena relasi Megawati dengan Prabowo akan membuat kemungkinan besar terbuka peluang untuk gabung dengan pemerintah."

Ermus juga menilai, adanya kesamaan platform politik antara Megawati dan Prabowo. Keduanya dinilai Emrus sebagai sosok yang pluralis, cinta Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika.

"Mereka merah putih dan itu enggak bisa ditawar. Jadi ada platform politik yang sama. Namun sangat tergantung dari negosiasi di belakang panggung," jelas Emrus.

Pengamat Politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, mengatakan, jika benar PDIP akhirnya memutuskan untuk menjadi oposisi, PDIP akan menjadi penyeimbang yang sebanding terhadap pemerintah Prabowo-Gibran yang berkuasa kelak.

Terlebih PDIP adalah partai dengan raihan kursi terbanyak pada pileg lalu.

"Terutama jika PDIP secara cerdas bisa menghadirkan alternatif kebijakan yang berkualitas untuk jadi bahan pembanding terhadap kebijakan yang dipilih oleh pemerintah," ujarnya, kemarin.

PDIP pun, kata Kristian, pernah mempraktikkan politik oposisi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004-2014. 

"Dan mendulang hasilnya pada Pemilu 2014, 2019, dan 2024," ujarnya.

Terkait parpol yang merapat ke Prabowo-Gibran, kata Kristian, tentunya akan membuat koalisi semakin gemuk dan menuntut Prabowo-Gibran untuk mampu mengakomodasi kepentingan semua elemen kekuatan politik yang menjadi bagian dari koalisi tersebut. 

"Sudah pasti hal ini tidak mudah karena semua pihak akan meminta untuk mendapat jatah kue kekuasaan agar menyolidkan komitmen dukungan mereka terhadap pemerintah," katanya.

Satu saja pihak merasa disingkirkan, kata Kristian, dampaknya akan merembet kemana-mana dan memecah kohesivitas koalisi yang sudah dibangun. 

"Apalagi pihak tersebut merasa memiliki jasa besar terhadap keterpilihan Prabowo-Gibran. Tidak mudahnya merawat soliditas koalisi," katanya.

Kondisi ini yang mungkin menjadi pertimbangan Demokrat akhirnya menolak bergabungnya sejumlah partai lain dalam koalisi Prabowo-Gibran.

"Mereka khawatir, gemuknya koalisi menyebabkan pos-pos kekuasaan yang sudah dijanjikan akan dinegosiasikan ulang demi mengakomodir masuknya elemen-elemen kekuatan politik yang baru."

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved