Berita Viral

Viral Wacana Dana Pungutan Wisata via Tiket Pesawat, Kemenko Marves dan Kemenparekraf Buka Suara

Viral di media sosial X yang menunjukkan sebuah foto surat undangan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).

(Tangkapan layar akun X @alvinlie21)
Foto surat undangan Kemenko Marves soal dana pungutan wisata yang dibebankan melalui tiket pesawat. 

TRIBUNJABAR.ID - Viral di media sosial X yang menunjukkan sebuah foto surat undangan dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).

Surat tertanggal Sabtu, (20/4/2024) itu, Kemenko Marves mengajak sejumlah stakeholder untuk membahasa dana pungutan wisata yang akan dibebankan melalui tiket wisata.

"Ada Menteri yg gemar teriak bhw Harga Tiket Pesawat Mahal. Menghambat pariwisata. Sekarang pemerintah malah akan bebankan Iuran Pariwisata utk dititipkan pada harga tiket pesawat. Konsumen taunya harga tiket yg naik, padahal uangnya bukan ke airline. Piye tho iki?," tulis @alvinlie21yang merupakan pengamat penerbangan.

Baca juga: Viral Cerita Bule Touring Sendirian di Indonesia, Dibantu saat Terjebak Hujan hingga Dijamu Warga

Foto surat itupun sontak saja menuai reaksi dari warganet.

Publik menyayangkan adanya pembahasan rapat dana pungutan wisata melalui tiket pesawat.

Hal itu karena dinilai merugikan pengguna transportasi udara.

"Wah ini jelek banget, kan nggak semua orang naik pesawat buat wisata," tulis @ridwanhr
"Udah mahal tiket dalam negeri malah makin mahal pake iuran. Bali aja ada biaya masuk sekarang. Kemarin katanya pembatasan barang biar orang Indonesia ga banyak yg ke luar negeri biar jalan jalan dalam negeri aja…tapi infrastruktur ga bagus, pungli ada, preman dibiarkan," tulis @BlackGeminid.

Lalu, benarkan pemerintah sedang mengadakan rapat terkait dana pungutan wisata yang dibebankan pada tiket wisata?

Penjelasan Kemenko Marves

Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Odo RM. Manuhutu mengatakan, kini pemerintah sedang membahas dana pariwisata berkelanjutan melalui Bangga Berwisata di Indonesia (BBWI).

Pemerintah pun menetapkan target pergerakan wisatawan nusantara sebanyak 1,25-,5 miliar perjalanan pada 2024.

Odo menerangkan, sebanyak 12 persen aktivitas wisata domestik menggunakan angkutan udara, di mana penetapan harga tiketnya sebesar 72 persen ditentukan dari empat aspek.

Aspek tersebut yaitu bahan bakar avtur (35 persen), overhaul dan pemeliharaan pesawat yang termasuk impor suku cadang (16 persen), sewa pesawat (14 persen), dan premi asuransi pesawat (7 persen).

“Harga tiket pesawat di Indonesia juga dipengaruhi penurunan jumlah pesawat yang beroperasi, kisaran 400 pesawat dari sebelum pandemi yang mencapai lebih dari 750 pesawat sehingga menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran," kata Odo, Senin (22/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Hal lain yang memengaruhi harga tiket pesawat ialah kondisi geopolitik di berbagai wilayah dunia yang berdampak pada peningkatan harga avtur.

Untuk mendukung upaya penyesuaian harga tiket pesawat terutama dari elemen overhaul dan pemeliharaan pesawat, Odo berkata, salah satu langkah yang dilakukan pemerintah yakni menerbitkan payung hukum.

Yakni berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Peraturan tersebut merelaksasi kebijakan larangan terbatas untuk impor suku cadang industri bengkel pesawat atau maintenance serta repair and overhaul (MRO) untuk operator penerbangan.

Di sisi lain, pemerintah juga sedang melakukan penyusunan Dana Abadi Pariwisata Berkualitas yang melibatkan berbagai Kementerian dan Lembaga.

"Rancangan tersebut bertujuan untuk menciptakan ekosistem pariwisata berkualitas yang berlandaskan pada 4 pilar, yaitu daya saing infrastruktur dasar, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, keunikan destinasi, dan layanan pariwisata bernilai tinggi," jelas dia.

Penjelasan Menparekraf

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno tidak membantah bahwa saat ini pemerintah mengadakan rencana rapat yang membahas soal dana pariwisata berkelanjutan.

"Memang ada rapat pembahasan rencana untuk dana pariwisata berkelanjutan," ujarnya, dilansir dari Antara.

Meski begitu, Sandiaga meminta masyarakat untuk tidak khawatir terkait pungutan yang dibebankan dalam tiket pesawat.

Sebab, belum ada keputusan soal pungutan tersebut.

Ia juga mengakui bahwa hingga kini harga tiket pesawat domestik masih terbilang mahal.

Adapun soal dana pariwisata, Sandiaga mengatakan bahwa wacana itu masih dikaji. Pemerintah juga masih mengumpulkan beberapa opsi untuk pengumpulan dana serta besaran dana yang dimaksud.

"Dana abadi pariwisata bakal dimanfaatkan dalam tujuan promosi branding nasional dalam mendukung keberlangsungan kegiatan (event) nasional yang berskala nasional dan internasional," kata dia.

Sandiaga memastikan, dana iuran tersebut nantinya akan dikelola dan dilaporkan secara transparan.

Dana pungutan wisata dinilai tidak etis

Pengamat penerbangan sekaligus Anggota Dewan Pakar INACA, Alvin Lie mengonfimasi adanya undangan soal pembahasan dana pungutan wisata melalui tiket wisata.

"Saya hanya mendapat undangan itu," kata dia, Senin (22/4/2024).

Meski begitu, Alvin secara terang-terangan tidak menyetujui dan mempertanyakan wacana tersebut. Pasalnya, tidak semua penumpang pesawat merupakan pelaku wisata.

"Orang yang (naik pesawat) terbang itu kebutuhannya macam-macam, kadang ada yang melayat, ada yang kondangan, dan sebagian besar, sekitar 70 persen lebih itu hanya urusan dinas atau bisnis, rapat kerja, dan sebagainya," jelas dia.

Di sisi lain, Alvin menyampaikan bahwa wacana pungutan dana wisata itu tidak sejalan dengan kesepakatan International Travel Associates. Mengacu pada International Travel Associates, harga tiket pesawat tidak boleh dibebani dana lainnya kecuali pajak, airport tax dan retribusi bandara, asuransi wajib, dan surcharge.

"Hanya boleh itu, tidak boleh ada beban lain-lain. Kalau memang pemerintah mau melakukan pungutan kepada masyarakat, lakukan saja secara langsung di bandara. Jangan dibebankan pada harga tiket," jelas dia.

Sebab, Alvin khawatir jika dana pungutan wisata dibebankan via tiket pesawat, hal itu akan membuat seolah-olah harga tiket menjadi naik.

Padahal, secara proporsi harga tiket pesawat tidak naik, tetapi ditambah dengan beban pungutan lainnya dair pemerintah.

Hal tersebut bisa berdampak pada maskapai penerbangan karena seolah-olah menaikkan harga tiket pesawat sehingga bisa berdampak pada industri penerbangan itu sendiri.

"Saya menilai, rencana pemungutan iuran pariwisata melalui tiket pesawat itu tidak etis. Pemerintah mau uangnya, tapi tidak mau bahwa mereka yang memungut, seolah-olah harga tiket naik. Dan kedua, tidak sesuai dengan kesepakatan Internasional," tandasnya.

Menurut Alvin, upaya pemerintah untuk menyelipkan berbagai pungutan melalui tiket pesawat sudah beberapa kali dilakukan.

Namun, upaya tersebut selalu ditolak stakeholders terkait

Baca berita Tribun Jabar lainnya di GoogleNews.

 

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved