Berita Viral

Fenomena Hujan Meteor Lyrids Puncaknya 21-22 April 2024, Termasuk Indonesia, Ini Cara Menyaksikannya

Heboh, hujan meteor tertua di Bumi, Lyrids, akan mencapai puncaknya pada Minggu (21/4/2024) hingga Senin (22/4/2024).

shutterschok
Ilustrasi hujan meteor 

TRIBUNJABAR.ID - Heboh, hujan meteor tertua di Bumi, Lyrids, akan mencapai puncaknya pada Minggu (21/4/2024) hingga Senin (22/4/2024).

Dikutip dari USA Today, Lyrids dikenal sebagai salah satu dari empat hujan meteor besar yang dapat terjadi setiap tahunnya.

Adapun nama Lyrids diambil dari nama konstelasi Lyra yang berada di dekatnya.

Baca juga: BMKG Imbau Masyarakat Waspada Terhadap Bencana Hidrometeorologis Satu Pekan ke depan 

Hujan meteor Lyrids terdiri dari potongan puing Komet C/1861 G1 Thatcher.

Menurut NASA, hujan meteor Lyrids telah diamati selama 2.700 tahun sejak penampakan pertamanya.

Hujan meteor Lyrids pertama kali tercatat dilakukan pada 6 SM oleh orang China.

Lalu, apakah fenomena langit ini bisa disaksikan di Indonesia?

Astronom Amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengatakan, hujan meteor Lyrids bisa dilihat di Indonesia.

Hujan meteor Lyrids akan terjadi setiap 15-29 April setiap tahunnya ketika Bumi berpapasan dengan debu-debu dan remah-remah yang dahulu dilepaskan komet Thatcher.

Debu dan remahan ini dilepaskan oleh komet Thatcher ketika Bumi bergerak menyusuri lintasannya dalam mengelilingi Matahari.

“Puncak hujan meteor Lyrids akan terjadi pada 21-22 April 2024, dengan prakiraan jumlah meteor relatif sedikit, yakni sekitar 18 meteor per jam dalam kondisi langit gelap,” ungkap Marufin saat dihubungi, Selasa (16/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Meteor-meteor Lyrids akan melesat memasuki atmosfer Bumi dalam kecepatan menengah untuk ukuran sebuah meteor, yakni 47 km per detik.

Marufin mengungkapkan bahwa hujan meteor Lyrids akan terlihat mulai tengah malam, yaitu saat rasi bintang Lyra terbit di kaki langit timur hingga menjelang fajar.

Terkait dengan dampak hujan meteor, Marufin mengatakan masayarakat tidak perlu khawatir karena debu-debu yang dibawa berukuran sangat kecil dan mayoritas akan menguap saat memasuki atmosfer Bumi.

“Untuk remah-remah komet yang berukuran sedikit lebih besar, yakni rata-rata sebesar ukuran butir pasir juga akan menguap juga di ketinggian 60 kilometer di atas permukaan laut (kmdpl),” ungkap Marufin.

Ilustrasi
Ilustrasi (independent.md)
Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved