Gamis Tanatin Bu Nur Dapat Berkah Ramadhan, Dulu Berjibaku Hadapi Ujian, Kini Cuan Mengalir Deras

Gamis dengan brand Tanatin sedang kebanjiran pesanan di bulan Ramadhan. UMKM milik Nurhayati Kulsum maju berkat kerja keras dan dukungan KUR BRI.

|
Penulis: Kisdiantoro | Editor: Kisdiantoro
Tribunjabar.id/Kisdiantoro
Nurhayati Kulsum (50), pemilik usaha produksi gamis Tanatin, menjahit gamis untuk pesanan lebaran 2024. 

Belajar Otodidak

Menjadi pengusaha konveksi gamis perempuan dengan 7 orang pegawai, tak pernah dibayangkan oleh Bu Nur.

Semua berjalan seiring semangatnya membantu ekonomi keluarga yang saat itu hanya disokong oleh Yana Mulyana, PNS di Kota Bandung.

Bu Nur setelah belasan tahun bekerja di pabrik garmen sebagai penjahit, memutuskan berhenti dan fokus menjadi ibu rumah tangga pada 2011. Putrinya saat itu sudah masuk sekolah dasar dan tak ada yang mengantar. Tahun-tahun setelah pensiun, dia jalani dengan berdagang warung jajanan di rumah.

Produk gamis perempuan Tanatin, asal Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Produk gamis perempuan Tanatin, asal Rancaekek, Kabupaten Bandung. (Dok Tanatin)

Rindu akan aktivitas menjahit yang sebelumnya menjadi rutinitas kembali datang. Bu Nur kemudian menjahit gamis untuk dipakai sendiri.

Modalnya nekat. Sebab, Bu Nur sebenarnya tak paham tentang pola dan model. Di pabrik garmen, dia hanya bertugas menjahit saja. Itu pun sebatas menjahit bagian pinggang celana laki-laki saja.

"Ibu waktu itu bikin gamis, dipakai sendiri. Lalu dibawa ke acara pengajian ibu-ibu. Banyak yang bilang, ini kok bagus, beli di mana?" ujar Bu Nur mengenang kejadian di tahun 2017, awal memulai usaha menjahit.

Sepulang dari pengajian, Bu Nur banyak menerima pesanan jahitan dari tetangga. Sejak saat itu, dia mulai belajar model baju-baju gamis kekinian. Dia membuka-buka katalog di Shoppe, di Facebook, dan Youtube. Dia juga banyak bertanya kepada teman-temannya.

Dorongan untuk membuka usaha jahitan tak bisa dibendung. Bermodalkan uang dari suami, Bu Nur pun mulai memproduksi baju gamis dalam jumlah yang lebih banyak. Baju-baju itu kemudian ditawarkan ke teman, tetangga, dan saudara.

Hasilnya, ada yang membeli, ada juga yang sebatas bertanya.

"Pernah, ibu bikin banyak barang tidak laku," ujarnya.

Baju-baju yang tak laku itu kemudian dibagi-bagikan kepada saudara dan panti asuhan.

"Ada yang jualian, eh malah enggak dibayar. Ibu anggap sedekah saja."

Saat itu Bu Nur belanja kain ke kawasan kain Cigondewah, Kabupaten Bandung. Dia belanja bersama suaminya mengendari sepeda motor.

Panas terik tak menjadi halangan. Hujan pun diterjang. Mimpinya menjadi pengusaha sukses bidang fashion.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved