Ribuan Rumah di Dayeuhkolot Terendam Lagi, Terparah Berada di RW 02 Kampung Citeureup

Ribuan rumah di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, terendam banjir, Senin (8/1/2024).

Penulis: Lutfi Ahmad Mauludin | Editor: Giri
Tribun Jabar/Lutfi Ahmad Mauludin
Ribuan rumah di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, kembali terendam banjir, Senin (8/1/2023) tinggi muka air (TMA) di titik terdalam mencapai 1,2 meter. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ribuan rumah di Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, terendam banjir, Senin (8/1/2024).

Tinggi muka air (TMA) di titik terdalam mencapai 1,4 meter.

Kondisi terparah berada di RW 02 Kampung Citeureup, Desa Citeureup Dayeuhkolot.

Banjir terjadi setelah hujan mengguyur wilayah Bandung Raya, Minggu (7/1).

Warga Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Saefuloh (48), mengatakan, air mulai masuk kampungnya, Minggu malam, sekitar pukul 20.00 WIB.

"Mulai besar tengah malam sekitar jam 12, 00 WIB, dan puncaknya sekitar jam 03.00 dini hari, " ujar Saefuloh, saat ditemui di kampungnya, kemarin.

Di Kampung Citeureup TWA terdalam mencapai 1,2 meter.

Saeful mengatakan, banjir merendam sekitar delapan RW di Desa Dayeuhkolot.

Baca juga: Banjir di Teluk Jambe Karawang Masih Tinggi tapi di Wilayah Lain Sudah Surut, Warga Kembali ke Rumah

"Di Desa Citeureup TMA-nya lebih tinggi. Total ada ribuan rumah yang terendam," ujarnya.

Saefuloh mengungkapkan, banjir terjadi akibat arus air Sungai Cipalasari tak bisa masuk ke Sungai Citarum yang meluap. Akibatnya, justru air Sungai Citarum yang masuk ke aliran Sungai Cipalasari sehingga merendam permukiman warga. 

"Sebab TMA-nya lebih tinggi Sungai Citarum," ujarnya.

Saat Sungai Citarum meluap, kemarin, kata Saefuloh, folder air Cipalasari tak mampu menampung.

"Luapan Sungai Citarum membuat arus air Sungai Cipalasari jadi sangat deras sedangkan folder Cipalasari 1 sangat kecil, sehingga tak mampu menampung, " katanya.

Saeful mengatakan, ada lima pompa yang bisa dipergunakan di folder tersebut, yakni tiga pompa folder dan dua pompa portable untuk mengalirkan air Sungai Cipalasari ke Sungai Citarum.

Baca juga: Tanggap Darurat Gempa Sudah Dicabut, Masyarakat Sumedang Kini Diimbau Waspada Banjir dan Longsor

"Tapi itu ternyata tak cukup. Malah air Sungai Citarum yang masuk ke aliran Sungai Cipalasari, jadi ada back water sehingga ke sini jadi banjir, " katanya.

Saeful berharap, pemerintah kembali membuat folder serupa di titik lainnya, supaya banjir daur ulang tak terus terjadi.

"Sebab adakalanya malam banjir, siang surut, dan sore kembali banjir, " katanya.

Mungkin dengan pembuatan folder kembali di perbatasan RW 14 dan RW 5, kata Saeful, bisa menanggulangi banjir yang kerap terjadi ini.

"Jadi air yang merendam permukiman bisa mengalir ke sana dan bisa dialirkan ke Sungai Citarum, " katanya.

Sedangkan folder yang ada sekarang, dijelaskan Saeful, antara folder Cipalasari 1 dan Folder Cipalasari 2, terlalu jauh jaraknya sekitar 1 kilometer dan ukurannya terlalu kecil.

"Maka alternatifnya, dibangun lagi folder air lainnya supaya banjir tertanggulangi, " ujarnya.

Rendam sekolah

Kemarin, banjir juga membuat anak-anak di Desa Dayeuhkolot kerepotan untuk sampai ke sekolah pada hari  pertama masuk sekolah setelah libur pergantian semester dan tahun baru.

Mereka harus menenteng sepatu supaya tak basah terkena air, bahkan sebagian mereka membawa celana ganti untuk melewati banjir yang merendam kampungnya.

Walau demikian mereka tetap semangat berangkat ke sekolah. Air yang menggenang di perjalanan menuju sekolah dan pulang ke rumah, mereka terjang dengan berjalan kaki.

Beberapa anak yang tidak terlalu tinggi, terlihat kerap menyingsingkan baju dan mengangkat tangannya yang memegang sepatu supaya tak basah. Namun, ada beberapa anak juga yang memilih memasukan sepatunya ke dalam tas.

"Sekarang hari pertama sekolah, saya sekolah di SDN 5 Zipur (Dayeuhkolot), " ujar Arka (8), yang masih duduk di bangku kelas satu SD.

Arka mengaku rumahnya di Kampung Bojongasih. "Sekarang mau pulang. Jadi basah celana juga enggak apa-apa. Tadi pas berangkat juga banjir," kata Arka.

Sandi (12) yang duduk di kelas 6 SD  dan Aip (10) yang duduk di kelas 5 SD juga mengatakan hal serupa.

Menurut Sandi, banjir sekarang masih bisa ia lewati dengan berjalan. Namun, ia dan Aip terpaksa menenteng sepatu mereka.

"Sepatu saya dicopot, ini enggak pake sandal dan sepatu," kata Sandi sambil menunjukkan kakinya saat melintasi jalan Bojongasih yang terendam banjir.

Sandi mengaku, harus tetap sekolah meski rumah dan jalan menuju sekolah banjir.

"Iya sekolah aja, di sini mah emang suka banjir, " katanya. (lutfi ahmad mauludin)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved