UPDATE Bocah Korban Penyiksaan Orangtua di Banjar, Makan Pecahan Tembok dan Daun Kalau Lapar

Sedangkan untuk menghindari kekerasan serupa, A kini tinggal bersama salah satu keluarganya.

Penulis: Padna | Editor: Ravianto
Tribun Jabar
Ilustrasi Kekerasan pada Anak. Bocah laki-laki berusia 11 tahun di Kota Banjar Jawa Barat yang menjadi korban penyiksaan atau kekerasan oleh orang tua kandung sempat memakan pecahan tembok dan dedaunan. 

Nasib pilu menimpa seorang bocah laki-laki berusia 11 tahun di Kota Banjar, Jawa Barat. 

Pasalnya, bocah tersebut kerap menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang tua kandungnya sendiri. 

Karena kerap mendapat kekerasan fisik dari orang tuanya dan tidak kuat menahan sakit, bocah itu sempat kabur dari rumah orang tuanya.

Bocah yang berusia 11 tahun ini berinisial A dan ditemukan warga dalam kondisi prihatin di sebuah warung di Sukarame, Kelurahan Mekarsari, Kota Banjar, pada 1 Minggu lalu. 

Warga yang merasa kasihan, sempat membawa bocah malang tersebut ke RSUD Kota Banjar untuk diberi perawatan medis.

Informasi yang diterima, A yang menjadi korban kekerasan orang tua kandungnya didiagnosa dokter mengalami gizi buruk dan harus diberi perawatan medis di RSUD Kota Banjar.

A terlihat kurus dan lemas serta ada sejumlah luka memar di sekujur tubuhnya yang diduga akibat sering disiksa oleh orang tuanya. 

Kemudian, terlihat luka yang paling parah yaitu dibagian punggung, kepala dan kaki korban.

Satu keluarga yang merupakan Tante korban, Titin Khotimah mengatakan, keponakannya memang kerap disiksa dengan cara dipukul dan ditendang.

Bahkan, sempat disiram dengan air panas oleh ayah dan ibu kandung korban. Selain itu, korban juga pernah dipukul dengan benda tumpul seperti kayu.

"Kondisinya, sangat menghkawatirkan karena terlihat banyak luka di sekujur tubuhnya. Dia (A) sempat mengaku di telapak kaki dan tangannya disiram dengan menggunakan air panas oleh ayah kandungnya," ujar Titin kepada sejumlah wartawan di Kota Banjar tidak lama ini.

Menurutnya, bocah 11 tahun ini yang memiliki saudara kembar ini yang sebelumnya sempat tinggal bersama kakek dan neneknya. 

Tapi, setelah kembali tinggal bersama orang tuanya, A kerap disiksa orang tuanya sendiri karena dianggap nakal atau susah diatur. 

"Awalnya, A tinggal dengan neneknya. Sedangkan saudara kembarannya tinggal dengan orang tuanya," katanya.

Namun, setelah neneknya meninggal dunia kemudian A kembali tinggal bersama saudara kembarannya di rumah orang tuanya. 

"Mungkin, karena A dianggap nakal, kedua orang tua korban tak bisa menahan emosi dan menyiksa korban," ucap Titin. *

(Laporan Kontributor Tribunjabar.id Pangandaran, Padna)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved