Kemenag Blokir Sertifikat Halal Nabidz, Diduga Dipakai untuk Produk Red Wine

Kementerian Agama (Kemenag) memblokir sertifikat halal bernomor ID131110003706120523 untuk produk jus buah anggur Nabidz.

Editor: Giri
Tribun Jabar/Hakim Baihaqi
ILUSTRASI - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memblokir sertifikat halal bernomor ID131110003706120523 untuk produk jus buah anggur Nabidz. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA, TRIBUN - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) memblokir sertifikat halal bernomor ID131110003706120523 untuk produk jus buah anggur Nabidz.

Pemblokiran itu dilakukan buntut viralnya informasi tentang adanya penjualan produk red wine dengan merek Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal.

Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dalam keterangannya, Rabu (26/7/2023), mengatakan pemblokiran ini dilakukan hingga proses pengawasan selesai dilakukan.

Tim BPJPH Kemenag sudah menurunkan tim Pengawasan Jaminan Produk Halal untuk mendalami fakta di lapangan.

Aqil menegasan BPJPH tidak pernah mengeluarkan sertifikat halal untuk red wine dengan merek Nabidz.

"Memang ada produk minuman dengan merek Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH. Namun produk tersebut bukanlah wine atau red wine, melainkan produk minuman jus buah," kata Aqil.

Produk jus buah merek Nabidz, lanjut Aqil, telah diajukan sertifikasi halalnya pada 25 Mei 2023 melalui mekanisme self declare dengan pendampingan Proses Produk Halal (PPH) yang dilakukan oleh Pendamping PPH. Pengajuan tersebut telah diverifikasi dan divalidasi pada tanggal 25 Mei 2023, dengan produk yang diajukan berupa jus/sari buah anggur merek Nabidz.

Pendamping PPH juga telah memastikan bahan-bahan yang digunakan adalah bahan halal. Proses produksi yang dilakukan pelaku usaha juga sederhana, dan pelaku usaha menyatakan tidak ada proses fermentasi di dalamnya.

Adapun foto produk yang diunggah pada Sihalal juga berupa kemasan botol plastik.

"Berdasarkan hasil verval Pendamping PPH tersebut, maka tidak ditemukan pelanggaran atau ketidaksesuaian dengan ketentuan. Selanjutnya Komite Fatwa menetapkan kehalalan produk tersebut pada 12 Juni 2023," lanjut Aqil.

Kemudian, lanjut Aqil, BPJPH mendapatkan pengaduan bahwa sertifikat halal (SH) yang diterbitkan ternyata digunakan untuk produk lain.

Aqil menegaskan, BPJPH tidak membenarkan hal tersebut. Aqil mengatakan bahwa saat ini BPJPH sudah menurunkan tim Pengawasan Jaminan Produk Halal untuk mendalami fakta di lapangan.

"Kami langsung menurunkan tim pengawasan untuk mendalami segala kemungkinan di lapangan. Jika memang ada pelanggaran, tentu kita akan dengan tegas memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk pencabutan Sertifikasi Halal," katanya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menegaskan bahwa MUI tidak pernah menetapkan kehalalan atas produk Nabidz. Oleh karenanya, MUI tidak bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat halal produk tersebut.

“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” terang Kiai Niam.

Selain itu, kata Niam, yang juga perlu menjadi perhatian khusus untuk produk minuman adalah kadar alkohol/etanol dalam minuman. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 persen.

Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit maupun banyak.

“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ungkap Niam.

Pihaknya mengimbau agar seluruh masyarakat muslim tetap kritis terhadap produk yang akan dikonsumsinya.(tribun network/fah/rin/dod)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved