Irjen Teddy Minahasa yang Terjerat Kasus Narkoba Bernyanyi, Tunjukkan Bedanya dengan Ferdy Sambo

Irjen Teddy Minahasa "bernyanyi". Terdakwa kasus narkoba itu menyinggung sosok Ferdy Sambo dalam kasus penembakan enam Laskar FPI.

Editor: Giri
WARTA KOTA/YULIANTO
Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa, yang jadi terdakwa kasus narkoba. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Irjen Teddy Minahasa "bernyanyi". Terdakwa kasus narkoba itu menyinggung sosok Ferdy Sambo dalam kasus penembakan enam Laskar FPI dalam peristiwa KM 50.

Dia menyampaikan itu dalam duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Jumat (28/4/2023).

Dikutip dari Tribunnews, Mantan Kapolda Sumatera Barat itu mengeklaim berbeda dengan Ferdy Sambo yang merusak CCTV dalam perkara-perkara yang melibatkannya.

Ferdy Sambo merupakan mantan Kadiv Propam Polri yang divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Dalam dupliknya, Teddy Minahasa menyinggung kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Kemudian dia juga mengungkit kasus KM 50 yang menewaskan enam anggota Laskar FPI, di mana Ferdy Sambo yang kala itu sebagai Kadiv Propam Polri menanganinya.

"Sebagaimana kasus-kasus yang terjadi sebelumnya, kasus Kilometer 50, CCTV rusak. Kasus Ferdy Sambo, CCTV juga rusak," kata Teddy saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Jumat (28/4/2023).

"Tetapi saya tidak merusak CCTV rumah saya, Yang Mulia. Saya justru inisiatif menyerahkan kepada penyidik untuk disita," kata Teddy.

CCTV tersebut dapat menjadi bukti ada atau tidaknya penyerahan uang tunai hasil penjualan narkoba oleh AKBP Dody Prawiranegara.

Irjen Teddy Minahasa menolak dakwaan maupun tuntutan hukuman mati dalam kasus peredaran narkoba yang menjeratnya.

Dia  menolak replik dan keberatan atas tuntutan yang dibuat jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus yang dihadapinya.

Penolakan dan keberatan itu disampaikan Teddy Minahasa dalam agenda persidangan pembacaan duplik yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Jumat (28/4/2023).

Teddy menyebut, semua dakwaan dan tuntutan yang dijatuhkan kepadanya disebut keliru dan tidak memiliki dasar apa pun.

"Saya menyatakan menolak dan keberatan atas dakwaan, tuntutan, serta replik yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum," kata Teddy.

"Sikap penolakan dan keberatan saya bukanlah tanpa dasar, bukan tanpa alasan, bukan sebuah asumsi, dan bukan mengada-ada, melainkan dilandasi oleh fakta yang sebenarnya terjadi dan fakta di persidangan, terutama pada tahap pembuktian," tambah dia.

Teddy Minahasa menganggap bahwa dakwaan, tuntutan, hingga replik jaksa tak sesuai dengan Pasal 84 KUHAP.

Dalam persidangan itu, Teddy Minahasa dengan lantang menyatakan bahwa replik jaksa kopong dan tidak berbobot.

"Tidak ada satu pun yang mampu membuktikan saya terlibat dalam kasus ini. Justru dakwaan dan tuntutan JPU sangat rapuh tampaknya berbobot tetapi sesungguhnya isinya kopong," ucapnya.

Duplik yang dilayangkan Teddy Minahasa merupakan upaya terakhirnya melawan tuntutan jaksa dalam kasus peredaran lima kilogram narkotika jenis sabu-sabu.

Sebab pada persidangan berikutnya, majelis hakim akan membacakan vonis terhadap Teddy Minahasa.

Sementara dari pihak jaksa penuntut umum telah melayangkan tuntutan mati bagi sang jenderal bintang dua itu.

Pledoi Teddy Dianggap Berlebihan

JPU membeberkan sederet alasan mengapa pleidoi atau nota pembelaan eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa ditolak.

Menurut Jaksa, pembelaan yang diajukan Teddy terlalu keliru, ceroboh, dan berlebihan.

Di mana, pihak Teddy selalu menyebut bahwa dakwaan terhadapnya batal demi hukum. Selain itu, surat tuntutan tidak dapat diterima karena barang bukti yang ditelisik penyidik tidak sah.

Dalam hal itu, jaksa menilai jika kuasa hukum Teddy Minahasa tak memahami ketentuan Pasal 143 KUHAP.

Akibatnya, kata jaksa, pihak Teddy tidak bisa menentukan kapan suatu surat dakwaan bisa dinyatakan batal demi hukum.

"Sungguh sangat ceroboh dan keliru penasihat hukum/terdakwa dalam pembelaannya menyatakan surat dakwaan batal demi hukum," ujar salah satu JPU saat membacakan replik atas pleidoi Teddy, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (18/4/2023).

Jaksa menilai, seluruh tindakan formil dan materil dalam kasus peredaran sabu-sabu Teddy Minahasa sudah terpenuhi.

Sehingga, dakwaannya menjadi sah.

Sementara pada pasal yang diperdebatkan tersebut, kata jaksa, surat dakwaan hanya dapat dibatalkan apabila tidak memenuhi syarat formil sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf a KUHAP dan syarat materil sesuai Pasal 143 ayat 2 huruf b.

"Semua dalil penasihat hukum terdakwa terkait surat dakwaan batal demi hukum, karena cara perolehan bukti yang tidak sah jelas hanyalah asumsi yang dipaksakan belaka yang penuh kekeliruan dan sungguh mengada-ngada," ucap jaksa.

"Di mana penasihat hukum terdakwa berupaya dengan segala asumsinya mengabaikan dan mengaburkan fakta adanya alat bukti keterangan ahli digital forensik yang keterangannya sudah dituangkan oleh penyidik dalam bentuk BAP ahli sebagaimana ketentuan dalam KUHAP," lanjutnya.

Lebih lanjut, jaksa juga menilai bahwa penasihat hukum Teddy tidak melihat perkara secara menyeluruh dari segi pembuktian alat bukti yang dihadirkan di persidangan.

Pasalnya, dalam pleidoi yang disebutkan Teddy hanya merujuk pada satu saksi yakni AKBP Dody Prawiranegara.

Padahal, kata Jaksa, keterangan saksi dalam peristiwa ini bukan hanya berasal dari Dody, tetapi ada juga dari Syamsul Ma'arif dan Arif Hadi Prabowo.

"Uraian-uraian pleidoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk mengugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," tegas Jaksa.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penuntut umum memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menjatuhkan putusan sebagaimana diktum tuntutan penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Kamis 30 Maret 2023," tandasnya

Sempat trending

Kasus KM 50 yang merupakan peristiwa penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta–Cikampek, kembali mengemuka seiring berjalannya penyelidikan terhadap kematian Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Bahkan, di media sosial, khususnya Twitter, muncul dorongan dari warganet untuk membuka kembali kasus kematian laskar FPI pengawal Habib Rizieq Shihab.

Pakar Hukum Tata Negara Rafli Harun di channel Youtubenya juga menyebut bahwa kasus penembakan Brigadir J ini ada kemiripan dengan kasus KM 50 Tol Cikampek.

Menurutnya, saat itu kasus pertama yang diangkat justru perlawanan para Laskar FPI terhadap petugas dan kepemilikan senjata api.

”Kasus pembunuhannya di-delay lama, akhirnya bebas semua. Lalu, keenam Laskar FPI itu malah dijadikan tersangka dan dihentikan karena tersangka sudah meninggal dunia,” kata Refli Harun dalam kanal Youtube miliknya.

Refly Harun mengungkapkan bahwa sejak awal ahli intelijen sudah menyampaikan adanya aroma rekayasa dalam kasus penembakan Brigadir J.

Hal itu terlihat dari kasus yang berawal soal pembunuhan, namun tiba-tiba meluas menjadi kasus pelecehan seksual.

Pada kasus KM 50, Irjen Ferdy Sambo menjabat sebagai Kadiv Propam yang menangani kasus tersebut.

Irjen Ferdy Sambo saat ini mendapat mutasi jabatan dari Kadiv Propam menjadi Pati Yanma Polri.

Ketika menangani kasus KM 50, Irjen Ferdy Sambo mengerahkan 30 anggota tim propam untuk mengungkap kasus tersebut.

Ia menegaskan keterlibatan Divisi Proram dalam kasus ditembaknya enam anggota laskar FPI bukan karena indikasi pelanggaran, namun bertugas memeriksa penggunaan kekuatan sudah sesuai perkap atau belum. (*)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Teddy Minahasa Mulai Buka-bukaan soal Tragedi KM50, Singgung Perusakan CCTV dan Ferdy Sambo

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved