Ketua PIM Minta Upaya Pengesahan RUU Perampasan Aset Jangan Jadi Dagelan Politik jelang Pemilu 2024

Pengesahan RUU Perampasan Aset ini bersifat urgensi. Karena selama ini pemerintah hanya fokus pada upaya pemidanaan para pelaku pelanggaran saja.

|
Penulis: Cipta Permana | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Jabar/ Cipta Permana
(kiri ke kanan), Dosen Fakultas Hukum Universitas Kuningan, Diding Rahmat sebagai moderator, Koordinator BAC, Dedi Haryadi, dan Dosen Fakultas Hukum Unpad, Nella Sumika Putri sebagai narasumber dalam diskusi Indonesian Politics bertajuk 'UU Perampasan Aset Harapan Terakhir Pemberantasan Korupsi di Indonesia' yang diselenggarakan PIM Jabar, Sabtu (8/4/2023) 

Laporan wartawan Tribunjabar.id, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Rancangan Undang-undang Perampasan Aset kembali digaungkan seiring terungkapnya kekayaan fantastis para pegawai pemerintahan.

Bahkan, Presiden Joko Widodo meminta DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset tersebut.

RUU Perampasan Aset termasuk ke dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI periode 2019-2024, yang diusulkan pemerintah.

Namun, sejauh ini usulan tersebut belum juga terwujud hingga jelang akhir periode jabatan DPR RI.

Ketua Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) Yodhisman Soratha mengatakan, dinamika polemik tersebut hanya dagelan semata.

Baca juga: Ini Pernyataan Ketua Komisi III DPR soal RUU Perampasan Aset yang Bikin Mahfud MD Geleng Kepala

Menurutnya, dengan sistem pemerintahan Indonesia yakni, Presidensial, di mana Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, memiliki hak untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - undang (Perppu), jika kebijakan tersebut bersifat penting dan mendesak, khususnya dalam upaya demi terwujudnya penanganan korupsi di Indonesia menjadi lebih baik.

"Jadi dalam konteks ini Presiden punya peranan lebih, bisa menerbitkan Perpu jika memang hal itu dianggap penting dan mendesak ketimbang memaksakan Perpu cipta kerja. Bahkan, Presiden bisa mengambil langkah tersebut jika menangkap adanya sinyal DPR main-main untuk merealisasikan RUU Perampasan Aset ini," ujarnya dalam diskusi Indonesian Politics bertajuk 'UU Perampasan Aset Harapan Terakhir Pemberantasan Korupsi di Indonesia' yang diselenggarakan PIM Jabar, Sabtu (8/4/2023).

Hal senada juga disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum Unpad, Nella Sumika Putri.

Menurutnya, proses pembentukan sebuah Undang-undang sudah diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di pasal 16 sampai 23, pasal 43 sampai 51, dan pasal 65 sampai 74.

Berdasar pada ketentuan tersebut, maka RUU yang sudah dimasukkan ke dalam Prolegnas oleh Badan Legislasi DPR, harus masuk dalam tahapan persidangan.

Setelah para pihak terkait sudah menyetujui, maka kemudian hasil pembahasan itu dapat segera di sahkan dan diundangkan.

"Maka dari itu harus adanya kerjasama antara eksekutif dan legislatif, sehingga tidak timbul dugaan adanya saling lempar bola panas. Kami pun sebagai masyarakat akan mendorong segera terwujudnya pengesahan RUU tersebut dengan berbagai cara, mulai dari pembuatan opini di media massa hingga aksi turun ke jalan untuk melakukan demostrasi sebagai upaya terakhir" ujarnya.

Nella menambahkan, pengesahan RUU Perampasan Aset ini bersifat urgensi. Karena selama ini pemerintah hanya fokus pada upaya pemidanaan para pelaku pelanggaran saja.

Sementara terkait penanganan uang dan aset hasil korupsi para koruptor kerap diabaikan.

Baca juga: Ini Pernyataan Ketua Komisi III DPR soal RUU Perampasan Aset yang Bikin Mahfud MD Geleng Kepala

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved