Nama Syekh Puji Kembali Mencuat, Ia Dipanggil Polda Jateng Karena Nikahi Anak Berusia 7 Tahun

Syekh Puji kembali dipanggil Polda Jateng. Kasus ini merupakan kasus lama yang sempat terhenti, namun kembali dibuka Selasa (28/3/2023).

Tribunnews
Syeh Puji kembali dipolisikan karena dituduh menikahi gadis berusia 7 tahun. 

TRIBUNJABAR.ID -  Nama Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji kembali jadi sortan.

Kali ini ia memenuhi undangan dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng.

Ia datang bersama sejumlah pengacara ke Polda Jateng sekita pukul 09.00, Selasa (28/3/2023)

Dikabarkan Syekh Puji memenuhi panggilan polisi lantaran terkait kasus dugaan pernikahan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur.

Kasus ini sebenarnya kasus lama dimana polisi sempat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) pada tanggal 15 Juni 2020.

Namun, kasus itu kembali mencuat menyusul adanya laporan.

Kasus itu kemudian digelar khusus pada hari ini.

Pemimpin pondok pesantren Miftahul Jannah, Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang itu hingga pukul 11.47 WIB masih diperiksa oleh polisi.

 

Duduk Perkara Kasus Syekh Puji

Perkara yang melibatkan Syekh Puji (54) adalah terkait kasus kekerasan seksual terhadap santrinya beberapa tahun lalu.

Saat itu, Syekh Puji dilaporkan karena telah menikahi seorang anak berusia 7 tahun, yang berinisial D.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua LSM Lembaga Anak Indonesia Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (1/4/2020) siang.

Menurut Arist, Syekh Puji menikahi bocah usia 7 tahun itu pada 2016 lalu. 

Namun, kejadian itu baru dilaporkan oleh keluarganya ke Polda Jawa Tengah baru-baru ini. 

Kata Arist, keluarga besar Syekh Puji yang diwakili Wahyu Dwi Prasetyo, Apri Cahaya Widianto serta Joko Lelono menolak langkah Syekh Puji menikahi anak di bawah umur.

Bahkan sebelum kasus ini, sebelumnya, untuk diketahui, Syekh Puji juga pernah membuat heboh karena menikahi anak berusia 12 tahun pada 2008 lalu. 

Mengingat Syech Puji pernah dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman pidana penjara dengan perkara yang sama, menurut Arist, Syech Puji dapat dikenakan tambahan pidana sepertiga dari ketentuan pidana pokoknya.

Hal ini merujuk pada pasal 81 sebagaimana dimaksud pasal 76 D ayat (4) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor : 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Atas perbuatannya itu, Syekh Puji terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun. 

"Itu berarti Syekh Puji dapat dikenakan hukuman pidana penjara seumur hidup dan bahkan bisa mendapatkan tambahan hukuman berupa tindakan kebiri lewat suntik kimia dan pemasangan alat pedenteksi elektronik," kata Arist. 

Lebih lanjut, Arist menjelaskan, berhubung Syekh Puji kembali melakukan tindakan kejahatan seksual yang kedua kalinya, Syekh Puji sudah dapat dikategorikan sebagai residivis seksual anak.

Arist pun meyakini Polda Jateng akan segera menindaklanjuti pelaporan kasus yang dilaporkan langsung oleh keluarga dekat Syech Puji ini.

"Dengan demikian saya bisa memastikan dan percaya bahwa pihak penyidik di Reskrimum Polda Jateng yang telah mendapat pelaporan dari keluarga dekat Syech Puji dan didampingi oleh Tim Khusus Komnas Perlindungan Anak perwakilan Jawa Tengah di Semarang, dalam waktu dekat akan menindaklanjuti laporan tersebut bahkan menangkap dan menahannya," tegas Arist.

"Saya percaya itu, sebab apa yang diduga dilakukan Syekh Puji terhadap terduga santrinya merupakan kejahatan seksual luar biasa dan harus pula ditangani dengan cara luar bisa," sambungnya.

Arist Merdeka Sirait menyebutkan Syech Puji dapat dikenakan hukuman pidana penjara seumur hidup atas kasus kejahatan seksual yang sama.

Arist menyampaikan, pendamping hukum dan Tim Advokasi Komnas Perlindungan Anak perwakilan Jawa Tengah di Semarang Heru Budhi Sutrisno, S. H., M. H. telah mengawal kasus ini.

Menurut Arist, mereka juga telah mendatangi serta berkordinasi untuk menanyakan kelanjutan pelaporan keluarga dekat Syekh Puji.

Namun menurut penyidik, perkaranya masih dalam tahap penyelidikan bahkan penyidik mengaku masih kesulitan mendapatkan bukti.

Terkait alasan minimnya alat bukti yang menyebabkan penyidik Polda Jateng tidak segera memproses kasus tersebut, Arist menekankan bahwa pihaknya akan segera mendatangi Polda Jateng untuk membawa bukti-bukti.

"Kami sudah mengumpulkan banyak bukti dari keluarga untuk kami bawa sebagai alat bukti kepada Direskrimum Polda Jawa Tengah," kata Arist.

Ia pun menegaskan, tidak akan ada kompromi atas kasus kekerasan seksual terhadap anak.

"Pada intinya tidak ada kata kompromi apalagi kata damai bagi Komnas Perindungan Anak atas kejahatan seksual yang dilakukan terhadap anak," tegasnya.

"Itu juga merupakan komitmen Polda Jawa Tengah, sekalipun pandemi corona belum berlalu, kasus ini terus kami proses," sambungnya.

Syekh Puji Bantah Nikahi Anak

Saat itu, Syekh Puji membantah tuduhan bahwa ia telah menikah siri dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun.

Dikutip dari Kompas.com, ia mengaku kabar tersebut sengaja disebarkan oleh oknum yang berusaha memerasnya.

"Tidak benar saya telah menikah dengan anak di bawah umur berusia 7 tahun," jelas Syekh Puji melalui surat pernyataan yang diterima, Kamis (2/4/2020).

Dalam surat yang ditandatanganinya itu, Syekh Puji menceritakan awal mula kabar tersebut dituduhkan kepadanya oleh oknum yang mengaku dekat dengan media dan Polda Jawa Tengah.

Dia mengaku diancam dengan menyebarkan berita tentang dirinya yang menikah lagi dengan anak dibawah umur berusia 7 tahun.

Bahkan Syekh Puji mengaku oknum tersebut telah memerasnya dengan meminta uang sejumlah Rp 35 miliar.

"Permasalahan ini berawal dari adanya skenario permintaan uang kepada saya sejumlah Rp 35 miliar, dengan ancaman akan membuat berita tentang saya menikah lagi dengan anak di bawah urnur berusia 7 tahun yang dipastikan akan viral, karena info yang bersumber dari salah satu keluarga besar saya pasti akan dipercaya," katanya.

Selain oknum tersebut, pemilik pondok pesantren Miftahul Jannah Pujiono CW, Bedono, Jambu, Kabupaten Semarang ini mengaku beberapa anggota keluarga lain juga meminta uang kepadanya.

Namun permintaan itu ditolak oleh Syekh Puji.

“Skenario permintaan uang tersebut dilakukan oleh beberapa anggota keluarga saya. Kemudian saya diadukan ke Polda Jawa Tengah karena menolak untuk memberikan uang yang diminta," ujarnya.

Mengingat saat itu Polda Jawa Tengah sedang berjuang membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19, Syekh Puji meminta agar tidak ada penggiringan opini publik dalam pemberitaan dan menyerahkan proses penyelidikan sepenuhnya kepada Polda Jateng.

"Maka mari menahan diri untuk tidak menggiring opini publik dan sepenuhnya menyerahkan proses penyelidikan kepada Polda Jateng untuk secara profesional melakukan tugasnya tanpa adanya tekanan dan intervensi," jelasnya.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar Fitriana Sutisna mengatakan pihaknya menerima pengaduan tersebut pada Desember 2019.

Laporan sudah diterima oleh Ditreskrimum Polda Jateng dan sedang dalam proses penyelidikan.

"Poses penyelidikan dilakukan dengan memeriksa kepada enam saksi untuk memberikan keterangan dan bukti terkait kasus tersebut," kata Iskandar, Kamis (2/4/2020).

Iskandar mengungkapkan berdasarkan bukti visum dokter menyatakan tidak ada tanda kekerasan dan tidak ada robek selaput dara pada korban.

"Namun tim penyidik masih melakukan proses penyelidikan untuk mendalami unsur-unsur pidana dari yang dilaporkan," jelas Iskandar.

Iskandar menyebut sudah ada enam saksi yang bersedia memberikan keterangan lebih lanjut.

"Sudah ada enam orang yang diperiksa sebagai saksi. Ada dari pihak korban dan ada dari pihak lainnya," katanya. (*)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Diperiksa Polda Jateng, Syekh Puji Bantah Nikahi dan Menggauli Gadis 7 Tahun: Ada yang Memeras Saya 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved