Jelang Ramadhan di Ciamis, Tradisi Ngikis di Situs Galuh Karangkamulyan Tanpa Acara Berebut Buah

Tradisi Ngikis atau ritual adat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan di Situs Galuh Karangkamulyan sempat terhenti selama masa pandemi Covid-19.

Penulis: Andri M Dani | Editor: Januar Pribadi Hamel
tribunjabar/andri m dani
Ngikis – Kegiatan makan bersama pada tradisi adat “Ngikis” di Situs Galuh Karangkamulyan Ciamis, Kamis (16/3) siang. Ngikis berarti mensucikan diri, mengikis diri dari berbagai dosa. Serta memagari diri dari berbagai perbuatan yang bakal membatalkan puasa (foto/tribunjabar/andri m dani) 

TRIBUNJABAR.ID, CIAMIS – Tradisi Ngikis atau ritual adat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan di Situs Galuh Karangkamulyan sempat terhenti selama masa pandemi Covid-19.

Selama masa pandemi, tradisi adat Ngikis di Situs Karangkamulyan tersebut hanya dihadiri dan hanya melibat kalangan internal Situs peninggalan Kerajaan Galuh Purba tersebut. Yang jumlahnya tidak sampai sepuluh orang.

Tahun 2023 ini ritual Ngikis di situs yang berada di sisi jalan raya Ciamis-Banjar Dusun/Desa Karangkamulyaan Cijeungjing tersebut kembali digelar secara meriah.

Di hadiri ratusan orang. Tidak hanya warga setempat, berbagai kewargian adat di Jawa Barat dan Banten juga hadir.

Baca juga: Warganet Ramai Bicarakan Soal Tarhib Ramadhan yang Makin Viral Jelang Bulan Puasa, Ini Maksudnya

Tentu saja para kuncen, jupel, kabuyutan Galuh se Ciamis, Banjar, Pangandaran dan Tasikmalaya yang tergabung dalam Galuh Sadulur hadir para ritual tersebut.

Juga utusan dari Cirebon dan Majaleka maupun Sumedang. Belum lagi para pejabat dari dinas terkait dan aparat setempat.

Istimewanya, ritual Ngikis tahuh ini dihadiri pegiat budaya dan seni dari Australia, Mr Laurence Erik dari Australia.

Ritual “Ngikis” yang digelar pada hari Kamis terakhir menjelang masuknya bulan suci Ramadhan, Kamis (16/3) berlangsung sejak pagi.

Diawali dengan prosesi arak-arakan jampena (dondang) dari pintu gerbang Situs Ciung Wanara Galuh Karangkamulyan menuju Petilasan Pangcalikan.

Serta iring-iringan ibu-ibu yang membawa tumpeng dari RT masing-masing.

Ritual inti Ngikis yang berlangsung di areal petilasan Pangcalikan tersebut diawali dengan tawasulan, berlanjut dengan pencampuran dari tujuh mata air.

Berlanjut dengan penggantian pagar yang mengelilingi petilasan “Pangcalikan” (singasana peninggalan Raja Galuh Purba abad ke-7).

Prosesi penggantian pagar Pangcalikan tersebut diawali oleh kuncen Situs Karangkamulyan, Distia kemudian berlanjut oleh para kabuyutan.

Usai penggantian pagar yang menjadi inti ritual “Ngikis” tersebut acaranya berlanjut ke area parkir bagian depan Situs Galuh Karangkamulyan.

Untuk menyaksikan berbagai pertunjukan seni berupa penampilan silat, rampak gendang dari murid-murid SDN 2 Karangkamulyan. Kemudian berbagai sambutan.

Acara Kamis (16/3) siang tersebut ditutup dengan makan bersama (munggahan). Ratusan warga makan bersama menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

“Di Desa Karangkamulyan ini ada 37 RT. Tiap-tiap RT membuat nasi tumpeng dan dimakan bersama pada ritual Ngikis ini,” ujar Kades Karangkamulyan, Uus Uswandi Kamis (16/3).

Sebenarnya kegiatan tradisi adat Ngikis ini menurut Kuwu Uus berlanjut dengan berbagai penampilan seni tradisi sampai sore hari.

“Malam hari nanti ada tabligh akbar, pengajian dan santunan anak yatim,” katanya.

Ritual Ngikis , menurut Kuwu Uus, makna harpiahnya adalah mengganti pagar. Memagar diri dari berbagai perbuatan jahat dan dosa. Seperti iri, dengki, serakah, fitnah, hasut dan memagari diri dari berbagai hal yang bisa membatalkan puasa.

“Tradisi ngikis juga berarti membersihkan diri, mensucikan diri menyambut datangnya bulan suci. Mengikis diri berbagai dosa-dosa, bersilaturahmi saling bermaafan,” ujar Kuwu Uus.

Tradisi Ngikis Kamis (16/3) siang tersebut utamanya dihadiri warga dari 37 RT dari 4 dusun yang ada di Desa Karangkamulyan.

“Utamanya tradisi Ngikis ini adalah wadah silaturahmi bagi warga Desa Karangkamulyan saat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Kegiatan silaturahmi yang ditutup dengan makan bersama (munggahan),” Imbuhnya.

Meski prosesi “Ngikis” tahun 2023 inii mulai gebyar, pelaksanaan ritual Ngikis tahun ini agak lebih sederhana.

Sedikit berbeda-beda dengan tradsi Ngikis tahun-tahun sebelumnya yang lebih meriah. Misalnya dengan adanya ritual perebut buah dan sayur-sayuran yang sangat ditunggu-tunggu sebagai wujud rasa syukur.

Tahun ini tidak ada gunungan tinggi yang nerupakan susunan buah-buahan dan sayur-sayuran yang disusun menarik.

“Hal yang sangat ditunggu-tunggu warga saat tradisi Ngikis, adalah makan bersama (munggahan). Serta perebut gunungan buah-buahan dan sayur-sayuran,” ujar Ki Aif Syarifudin dari Kabuyutan Galuh Sadulur.

Ketika perebut buah-buahan dan sayur-sayuran tersebut warga rela berdesak-desakan bahkan berpanas-panas. Apapun buah-buahan maupun sayuran yang didapat hasil dari perjuangan perebutan tersebut menurut Ki Aif umumnya dibawa pulang, sebagai berkah. Oleh-oleh dari Ngikis.

“Mungkin atas berbagai pertimbangan, tradisi perebut buah pada Ngikis tahun ini ditiadakan,” katanya. (andri m dani)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved