Anggaran Kemiskinan Rp 500 T Habis untuk Seminar dan Studi Banding, Pengamat:Jangan Dijadikan Proyek

Pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 500 triliun namun habis hanya untuk biaya rapat dan studi banding mengenai kemiskinan.

Istimewa/ dok pribadi
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah telah menggelontorkan anggaran Rp 500 triliun tetapi anggaran sebesar itu tak dirasakan oleh masyarakat miskin dan justru habis hanya untuk biaya rapat dan studi banding mengenai kemiskinan.

Kondisi ini menjadi hal yang miris dan diakui pula oleh pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan.

Menurutnya, pemerintah perlu memiliki grand desain terkait pengentasan kemiskinan tersebut.

"Dalam pengentasan kemiskinan itu perlu dilakukan multisektor, karena tak bisa dibebankan hanya pada satu sektor, serta terpenting melibatkan publik alias masyarakat, semisal Corporate Social Responsibility (CSR), dan lainnya. Selain itu, jangan sampai kemiskinan itu dijadikan proyek," katanya saat dihubungi, Minggu (29/1/2023).

Jumlah Rp 500 triliun untuk mengentaskan kemiskinan yang begitu besar, namun angka kemiskinan hanya mampu turun sebesar 0,6 persen.

Kondisi tersebut lantas dinilai Cecep tak dibarengi dengan aksi nyata melainkan hanya proyek seminar di hotel dan studi banding.

"Ya memang betul mengentaskan kemiskinan itu butuh kajian. Tapi, masa iya sih sampai sebesar itu nilai anggarannya. Amat fantastis. Jadi, saya pikir perlu kolaborasi dengan lembaga-lembaga riset di perguruan tinggi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang justru akan jauh lebih bermanfaat daripada untuk seminar-seminatlr dan kunjungan ke luar dengan habiskan dana rakyat yang fantastis," katanya.

Dia pun memberi masukan untuk lebih baik pemerintah memberikan tugas ke perguruan tinggi-perguruan tinggi untuk mengembangkan riset terkait upaya pengentasan kemiskinan

"Intinya, harus ada gerakan dan komitmen bukan hanya sekedar proyek semata. Sebab, jika proyeknya habis ya selesai," ujarnya.

Ketika disinggung terkait pengawasan penggunaan keuangan negara lemah, Cecep pun menyebut meskipun mungkin saja secara formal administrasi dapat dipertanggungjawabkan, tetapi secara substansinya tak serta merta mampu mengentaskan kemiskinan dan justru berpotensi menciptakan kemiskinan yang baru, lantaran orang miskinnya tak dibenahi dan dananya dipakai hal lain.

"Bukan hanya soal pengawasan formal tapi harus ada kontrol publik yang masif dan perencanaan utuh yang komprehensif multisektor dari berbagai kementerian bahkan harus
melibatkan menteri koordinator," katanya.

Dia pun menilai permasalahan ini bisa pula diusut oleh pemeriksa keuangan, minimal badan pemeriksa keuangan (BPK). Tetapi jika terbukti ada kerugian negara, atau diduga ada unsur tindak pidana korupsinya bisa melibatkan kepolisian, kejaksaan, atau bahkan komisi pemberantasan korupsi (KPK).

"Setidaknya sat ini minimal oleh BPK dilakukan pemeriksaan apakah ada kerugian negara atau tidak. Dugaan saya sih mungkin secara formal administratif bisa dipertanggungjawabkan, tapi secara substansi itu mencederai rasa keadilan masyarakat. Miris sekali kemiskinan ini menjadi proyek," ucapnya.(*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved