Kasus Gagal Ginjal Akut

16 Anak Penderita Gangguan Ginjal Akut di Jabar Meninggal, Data Kemenkes dan IDAI Pusat Lebih Banyak

Hingga Minggu (23/10), Dinas Kesehatan Jabar mencatat, jumlah penderita gangguan ginjal akut sudah menjadi 33 anak, atau bertambah delapan orang

Instagram BPOM_RI
Rilis BPOM soal temuan lima produk obat sirup yang mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi batas aman. (Instagram BPOM_RI) 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jumlah penderita gangguan ginjal akut di Jawa Barat terus bertambah.

Hingga Minggu (23/10), Dinas Kesehatan Jabar mencatat, jumlah penderita gangguan ginjal akut sudah menjadi 33 anak, atau bertambah delapan orang dalam 72 jam.

Sebanyak 16 penderita gangguan ginjal akut meninggal. Sisanya masih dirawat, baik di rumah sakit maupun di rumah karena kondisinya sudah mulai membaik.

"Itu data yang telah kami validasi," ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jabar, Ryan Bayusantika Ristandi, saat dihubugi Tribun melalui telepon, semalam. "Ada 33 kasus, penderita gangguan ginjal akut meninggal 16," tegasnya.

Baca juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Atipikal pada Anak, Polres Pangandaran Keluarkan Imbauan Ini

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan, menyebut dari 31 anak yang terdeteksi mengalami gangguan ginjal akut di Jabar per 20 Oktober 2022, sebanyak 17 di antaranya meninggal dunia.

Data berbeda juga diungkapkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Pusat. IDAI pusat menyebut, dari 40 kasus gangguan ginjal akut di Jabar per 18 Oktober 2022, sebanyak 25 di antaranya meninggal dunia.

"Itu [data] dari IDAI Pusat, silakan langsung (konfirmasi ke IDAI Pusat). Kami telah koordinasi dengan IDAI Jabar, tapi datanya beda dengan IDAI Pusat. Data kami sudah divalidasi," ujar Ryan.

Ketua IDAI Pusat, Piprim B Yanuarso, mengatakan sejauh ini pihaknya mencatat kasus gangguan ginjal akut pada anak-anak di Tanah Air sudah mencapai setidaknya 241 kasus dan tersebar di 22 provinsi.

Baca juga: DAFTAR OBAT yang Aman Tanpa Glikol, Aman Jika Sesuai Aturan Pakai serta yang TIDAK AMAN

Dari jumlah tersebut, lebih dari separuhnya, sebanyak 133 di antaranya meninggal dunia. Peningkatan jumlah kasu tertinggi terjadi Oktober ini, yang sudah mencapai 110 kasus.

"Ini jadi menyebar di seluruh Indonesia," ujar Piprim dalam webinar bertajuk Update Terkini 'Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Meningkat, Obat Sirup Ditangguhkan', Minggu (23/10) pagi.

Obat-obatan sirup yang mengandung etilen glikol (EG) yang melebihi ambang batas yang dikonsumsi anak diduga menjadi pemicu.
Sebagian besar obat sirup yang mengandung EG yang melebihi ambang batas adalah obat-obatan flu, batuk, dan demam.

"Jadi kenapa ada kecurigaan ke arah keracunan etilen glikol, kawan-kawan di IDAI, para konsultan ginjal anak, juga konsultan emergency rawat intensif anak, dokter-dokter di PICU, kemudian konsultan infeksi, kemudian juga Satgas Covid ya, itu berdiskusi dan melakukan penanganan pada pasien-pasien gangguan ginjal akut ini," ujar Piprim.

Dalam diskusi dan penanganan itulah kemudian ditemukan sesuatu yang tidak biasa. Awalnya kondisi ini diduga terkait dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) pasca virus korona (Covid-19).

Namun, kemudian, setelah temuan ini dicocokkan dengan kejadian luar biasa yang terjadi di Gambia pada September lalu, ternyata memiliki kemiripan dengan apa yang sedang dialami anak-anak Indonesia.

Melihat temuan yang memiliki kemiripan antara kasus di Indonesia dengan Gambia, maka tim tenaga medis pun segera melakukan pemeriksaan, termasuk pada darah pasien. Dari pemeriksaan itulah, kemudian ditemukan kadar zat kimia berbahaya etilen glikol di atas ambang batas.

Piprim mengatakan, sekalipun pasien-pasien ini telah melakukan cuci darah, etilen glikol itu tetap ada dalam darah mereka.

"Nah dari bukti inilah kemudian kecurigaan kepada intoksikasi itu mengemuka," tutur Piprim. "Apalagi kematiannya sudah sangat tinggi di atas 50 persen, ya sekitar 55 persen. Kita enggak mau ada lagi banyak jatuh korban anak-anak yang kita sayangi semua."

Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan selain etilen glikol/ethylene glycol dan dietilen glikol/diethylene glycol, zat kimia berbahaya lainnya yang juga mereka temukan pada pasien balita yang mengalami gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal adalah ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Ketiga zat kimia ini, ujar Siti, merupakan impurities atau ketidakmurnian dari zat kimia yang tidak berbahaya. Polyethylene glycol sendiri sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis sirup.(tribun netwrok/syarif abdussalam/fit/wly)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved