Kasus Gagal Ginjal Akut

Sudah 133 Anak Meninggal Karena Gagal Ginjal Akut, Memburuk dengan Cepat Setelah 5 Hari

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemburukan pada pasien gangguan ginjal akut ini berlangsung sangat cepat.

Editor: Ravianto
Tangkap Layar Youtube Sekretariat Presiden
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kasus gangguan ginjal akut pada anak terus mengalami lonjakan. Hingga Jumat (21/10) jumlahnya sudah mencapai 241 kasus, tersebar di 22 kota dan kabupaten di Tanah Air.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 133 pasien gagal ginjal akut di antaranya berakhir dengan kematian. 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemburukan pada pasien gangguan ginjal akut ini berlangsung sangat cepat.

"Pada umumnya mereka memburuk sesudah lima hari, turun secara drastis, sehingga lebih dari 55 persen meninggal dunia," kata Budi dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta Selatan, Jumat (21/10).

Mayoritas gangguan ginjal akut ini, menurut Budi, menyerang bayi yang masih berusia di bawah lima tahun. Gejala klinis yang nampak adalah demam, kehilangan nafsu makan, malaise, mual, muntah, ISPA, diare, nyeri bagian perut, dehidrasi hingga pendarahan.

Sebanyak 29 persen pasien juga mengalami gejala anuria atau tidak adanya urine, atau urine keluar dengan jumlah sedikit (oliguria). 

lidah buaya dan batu ginjal
lidah buaya dan batu ginjal (Kolase pixabay dan eveningpost)

Budi mengatakan, tujuh dari sebelas pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta memiliki zat kimia berbahaya di dalam tubuhnya, yakni etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether/EGBE.

 "Jadi konfirm karena itu lebih dari 50 persen bahwa ini disebabkan oleh senyawa kimia," ujarnya.

Budi mengatakan, ketiga senyawa tersebut memicu adanya asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal-kristal di dalam ginjal.

Baca juga: DAFTAR OBAT Sirup yang Ditarik BPOM Karena Mengandung Cemaran Etilen Glikol Termasuk Termorex Sirup

Baca juga: DAFTAR 91 Obat yang Diminum Pasien Gagal Ginjal Akut, Sedang Diteliti BPOM dan Kemenkes

"Kalau masuk ke ginjal jadi kristal kecil tajam-tajam sehingga rusak ginjalnya. Nah, 7 dari 11 balita (di RSCM) ternyata ada senyawa kimia. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya asam oksalat. Jadi itu logikanya," ujarnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memerintahkan industri farmasi untuk menarik sejumlah sirup obat yang diduga mengandung cemaran dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) melebihi ambang batas yang diperbolehkan.

Obat demam Termorex, produksi PT Konimex, kemasan dus, botol plastik @60 ml, menjadi salah satu produk yang ditarik dari peredaran. Obat sirup lainnya, Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu) produksi PT Yarindo Farmatama, serta tiga produksi Universal Pharmaceutical Industries, yakni Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu) Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam).

"Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan," tandas BPOM dalam keterangan resminya, Kamis (20/10).

Termorex

Chief Executive Officer PT Konimex, Rachmadi Joesoef, mengatakan PT Konimex akan mematuhi perintah penarikan terhadap seluruh produk Termorex Sirup 60ml dengan nomor batch: AUG22A06, sesuai surat edaran dari BPOM. Meski demikian, ia memastikan seluruh obat yang diproduksi Konimex, termasuk Termorex Sirup 60ml, tidak mereka buat dengan menggunakan bahan-bahan yang dilarang.

"PT Konimex menyatakan bahwa seluruh obat dalam bentuk sirup yang kami produksi tidak menggunakan bahan baku EG dan DEG," kata Joesoef dalam keterangannya, Jumat (21/10). 

PT Konimex, ujar Joesoef, selalu menjamin keamanan dan kualitas bahan baku, proses produksi dan distribusi seluruh lini produknya sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), termasuk produk Termorex yang pertama kali diproduksi 34 tahun lalu.

 "Saat ini kami tengah mempersiapkan langkah untuk melakukan penghentian produksi, distribusi dan penarikan kembali (recall) produk Termorex Sirup 60ml dengan nomor batch: AUG22A06, sesuai surat edaran dari BPOM," ujar Joesoef. 

Menyusul perintah penarikan lima obat sirup dari BPOM dan imbauan penghentian semua obat berbentuk sirup dari Kemenkes, hampir semua apotek dan toko obat di Jabar sudah tak lagi memajang obat-obatan sirup mereka di etalase. Sebagian apotek yang memajang tak lagi melayani penjualan.

"Belum tahu sampai kapan. Yang jelas kami menunggu keputusan Kemenkes selanjutnya. Sekarang kami mencoba alihkan ke tablet, bila anak-anak disarankan ke puyer," ujar asisten apoteker apotek Cibeunying, Kota Bandung, Nurbeti, kemarin. Hal serupa juga dilakukan apotek-apotek lainnya, termasuk Apotek Bagdja Farma di Kecamatan Sindangkasih, Kabupaten Purwakarta.

"Begitu dilarang, kami juga langsung tidak lagi menjual obat sirup dan sementara ditutup saja etalasenya," ujar Diah, karyawan Apotek Bagdja Farma.

Apotek tersebut, bahkan langsung menutup etalase yang berisikan obat sirup dengan kardus agar tidak terlihat oleh pelanggan.

Hal serupa juga dilakukan Usep Supriadi, penanggung jawab Apotek Reza di kecamatan yang sama. Sejak Kemenkes melarang penjualan obat sirup, mereka langsung menyimpan obat sirupnya, tidak lagi dipajang di etalase.

"Saat ini memang disimpan dan tidak diperjualkan dahulu karena ini memang perintah dari Kemenkes," ujarnya.(tribunnetwork/nandri prilatama/deanza)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved