Perajin Tahu Tempe Jawa Barat Ancam Mogok Produksi 3 Hari, Rencananya Pekan Depan

Para perajin tahu tempe di Jawa Barat kembali akan melakukan mogok produksi menyusul kenaikan harga kedelai.

Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribun Jabar/Cipta Permana
Salah seorang pengrajin tahu yang masih bertahan, Supardi (56) mengaku, usaha yang digelutinya telah berlangsung selama 40 tahun dan merupakan warisan. Perajin tahu tempe di Jawa Barat kembali akan melakukan mogok produksi menyusul kenaikan harga kedelai. 

Namun, jika mogok produksi itu benar dilakukan, ujar Ganda, para penjual tahu dan tempe biasanya akan libur dulu.

Adapun para penjual makanan berbagah tahu atau tempe, biasanya akan mengantisipasinya dengan membeli dalam jumlah yang banyak sebelum aksi mogok.

"Kalau pedagang bakso tahu, biasanya mereka beli banyak untuk stok tiga hari penjualan mereka," kata Ganda yang sudah berjualan tahu dan tempe sejak 74 tahun lalu itu.

Meski harga kedelai terus melambung, kata Ganda, harga tahu dan tempe di pasaran sjauh ini masih belum berubah. "Masih Rp 12.000 per bungkus," ujarnya.

Berbeda dengan Ganda yang tenang dan memilih libur saat para produsen tahu dan tempe mogok, Entang (56), pedagang kupat tahu di Jalan Pagarsih, Kota Bandung, mengaku bingung dengan rencana mogok ini.

"Kalau boleh usul jangan mogok atuh, apalagi sampai tiga hari. Nasib saya bagaimana? Cari makan dari jual kupat tahu," ujar Entang, kemarin.

Menurut Entang, para produsen tahu dan tempe sebaiknya langsung saja menaikkan harga jual, tapi jangan mogok. "Kalau mogok, akan banyak yang dirugikan. Pedagang kupat tahu pasti rugi," ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Ilham (35), pedagang gehu di Jalan Astanaanyar, Kota Bandung. Ia berharap tak ada mogok produksi.

"Kalau tahu tak ada, saya mau kasih makan apa anak istri karena hanya jualan gebu untuk menghidupi anak istri, " ujarnya.

Aman

Pengamat Ekonomi Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Aknolt Kristian Pakpahan, menilai rencana mogok produksi yang dilakukan pengrajin tahu-tempe adalah sesuatu yang harus disikapi serius oleh pemerintah.

Sebab, jika melihat data dari Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), stok kedelai untuk tahun ini sebenarnya relatif aman di angka 400 ton.

"Itu stok per 6 Oktober 2022, seminggu yang lalu, sementara itu kebutuhan kita rata-rata hanya 200 ribu ton," katanya.

Itu artinya, menurut Aknolt, pemerintah melalui Bulog harus segera menyalurkan stok tersebut.

"Karena kita juga tidak tahu, apakah ada penimbun atau oknum yang bermain sehingga memunculkan kenaikan harga kacang kedelai, karena produk ini menjadi kebutuhan masyarakat, jadi rasanya pemerintah perlu bersikap," ucapnya.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved