Adikarya Parlemen
Legislator Gerindra Tina Wiryawati: Hasil Pengolahan Sampah Mendorong Perekonomian Desa
Penanganan sampah langsung di hulunya, yakni rumah tangga, RT, RW, atau Desa, dinilai menjadi upaya paling efektif dalam mengatasi masalah lingkungan
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Penanganan sampah secara langsung di hulunya, yakni di tingkat rumah tangga, RT, RW, atau Desa, dinilai menjadi upaya paling efektif dalam mengatasi masalah lingkungan.
Tidak sekadar itu, pengolahan sampah dengan baik pun dapat memberikan manfaat lebih secara ekonomi bagi masyarakat itu sendiri.
Anggota DPRD Jabar, Hj. Tina Wiryawati, S.H., mengatakan pemerintah memang terus berupaya mengoperasikan tempat pemrosesan akhir sampah di beberapa titik di Jawa Barat.
Di sisi lain, Tina mengatakan pihaknya pun terus mendorong pengolahan sampah di hulunya, yakni di masyarakat sendiri, utamanya di tingkat desa.
Tina mengatakan pemerintahan desa sebagai level pemerintahan terkecil pun sudah seharusnya menganggap sampah bukanlah masalah bagi masyarakat.
Desa, kata Tina, harus menganggap sampah sebagai sumber daya yang bisa diolah sehingga menghasilkan nilai ekonomis, bahkan dimanfaatkan sebagai pengganti kebutuhan di bidang produksi pangan.
"Mindset masyarakat dan pemerintah desa di Jawa Barat harus kita ubah, dari awalnya menganggap sampah sebagai hal yang tidak bermanfaat dan harua segera dibuang, menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai produk yang berguna untuk banyak hal," kata Tina di Bandung, Selasa (26/7).
Desa, kata Tina, harus mulai aktif menggerakkan masyarakat dalam memilah, mengolah, atau mendaur ulang, sampahnya sendiri.
Kegiatan ini bisa dilakukan di tingkat RW atau RT, atau bahkan komunitas-komunitas masyarakat.
Baca juga: Legislator Gerindra Tina Wiryawati: Pengolahan Sampah Terpadu Mendorong Ketahanan Pangan di Desa
Anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini menuturkan bahwa seperti sudah banyak diketahui oleh masyarakat kebanyakan, sampah organik bisa diolah menjadi berbagai produk.
Pertama adalah mengubah sampah organik dari rumah tangga, tempat usaha, pasar, menjadi pupuk kompos melalui proses dalam komposter.
"Pupuk kompos tentunya bisa dijadikan pengganti pupuk kimia untuk tanaman di sekitar rumah. Kalau bisa konsisten diproduksi dan dihasilkan dalam jumlah besar, bisa digunakan untuk kebutuhan pertanian kita. Akhirnya produk pertanian kita menjadi produk organik yang bisa saja harganya lebih mahal dari yang nonorganik," tuturnya.
Kedua, katanya, mengolah sampah sayuran atau buah menjadi eco enzyme. Bahan baku dari pengolahan eco enzyme ini bisa lebih banyak didapat dari sampah di pasar desa atau tempat usaha pengolahan makanan.
"Kalau dari rumah tidak cukup, ada banyak desa di Jabar ini punya pasar desa. Kita bisa pilah sampah sayuran dan buah dari pasar menjadi eco enzyme. Cairan hasil fermentasi menggunakan gula ini sudah banyak digunakan untuk cairan pembersih serbaguna, pupuk organik, sampai pengusir hama," ujar Tina
Ketiga, kata Tina, menjadikan sampah organik menjadi pakan maggot. Selama ini maggot dibudidayakan untuk diambil kotoran atau sisa penguraiannya yang menjadi pupuk organik berkualitas tinggi, sampai maggotnya sendiri yang bisa dijadikan pakan ternak.
"Hasil dari penguraian sampah oleh maggot ini juga menjadi pupuk organik. Sudah terbukti, padi yang menggunakan pupuk dari maggot bulirnya lebih banyak dari yang pakai pupuk kimia. Maggotnya sendiri bisa dijadikan pelet atau diberikan begitu saja untuk pakan ikan, lele, bebek, atau ayam," tuturnya.
Menurut anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini, sampah nonorganik sekalipun sudah bisa dimanfaatkan oleh bank sampah sehingga bernilai ekonomis. Sudah banyak, katanya, bank sampah yang meraup banyak rupiah dari penholahan sampah nonorganik.
"Kemudian masyarakat bisa mengolah sampah berbahan beling atau bahan kaca menjadi glass powder. Hasilnya biaa dimanfaatkan untuk industri genteng keramik atau batu bata," kata anggota dewan dari daerah pemilihan Kabupaten Kuningan, Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar ini.
Baca juga: Anggota DPRD Jabar Tina Wiryawati Ingin Akses Internet Harus Sampai Pelosok dan Kontennya Diawasi
Tina menggarisbawahi dalam Peraturan Presiden RI Nomor 104 Tahun 2021 Tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, disebutkan bahwa penggunaan Dana Desa di antaranya untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen.
"Dengan diterbitkannya Perpres 104 tahun 2021, desa dapat berinovasi melalui BUMDes melebarkan unit usahanya yang salah satunya adalah pengelolaan sampah terpadu yang hasilnya dikombinasikan dengan peternakan unggas, perikanan, serta ketersediaan pupuk organik, untuk ketahanan pangan. Sehingga nantinya pengelolaan sampah tidak bergantung lagi dengan Dana Desa, bahkan menjadi sumber pendapatan atau PADesa," katanya.
Lebih lanjut prioritas penggunaan dana desa tahun 2022 pun diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022. Poin yang berkaitan dengan pengelolaan sampah ini, di antaranya pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa.
Apalagi, kata Tina, desa memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bisa menjadi penggerak utama dalma pengolahan sampah di desanya menjadi barang bernilai ekonomi.
Kemudian dalam permendes ini pun ditekankan juga mengenai BUMDes, yakni pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes untuk pertumbuhan ekonomi desa merata, pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola BUMDes.
Pemerintah desa perlu merencanakan pembangunan desa berbasis problem riil di lapangan, serta melakukan penyertaan modal BUMDes guna meningkatkan perekonomian desa.
Baca juga: Anggota DPRD Jabar Tina Wiryawati: Ketersediaan Lapangan kerja Jadi Kunci Mengurangi Urbanisasi
"Salah satu pengembangan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUMDes adalah dapat dilakukan melalui pengelolaan sampah terpadu. Kita ketahui pengelolaan sampah bukan hanya mengatasi masalah lingkungan, tapi berkaitan erat dengan ekonomi dan ketahanan pangan. Ini sesuai Perpres 104 tahun 2021," katanya.
Pada akhirnya, kata Tina, pemerintah desa melalui BUMDes akan mampu mengolah sampah masyarakatnya sendiri melalui unit pengolahan sampah organik seperti pembuatan kompos, eco enzyme, dan maggot untuk kebutuhan ketahanan pangan. Juga daur ulang sampah anorganik melalui produksi glass powder dan bank sampah.
Ia pun meminta agar pengelolaan sampah secara terpadu ini dipayungi hukum peraturan desa. Bahkan, bisa didukung juga oleh peraturan pemerintah kota atau kabupaten dan diberikan penganggaran yang sesuai supaya program ini berkelanjutan. (*)