Sudah Dilarang, Amir Tetap Jualan di Jalan Cihideung Meski Hanya di Lantai Toko, Demi Dapur Ngebul
Terdesak kebutuhan sehari-hari, Amir (50), salah seorang PKL Jalan Cihideung, Kota Tasikmalaya, menggelar lapak seadanya di lantai sebuah toko.
Penulis: Firman Suryaman | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman
TRIBUNJABAR. ID, TASIKMALAYA - Terdesak kebutuhan sehari-hari, Amir (50), salah seorang PKL Jalan Cihideung, Kota Tasikmalaya, menggelar lapak seadanya di lantai sebuah toko.
Jalan Cihideung yang sejak puluhan tahun jadi kawasan PKL, mulai Rabu (27/7) ditutup bagi PKL karena sedang ditata menjadi kawasan pedestrian.
"Saya punya anak yang masih harus dibiayai. Kalau tak jualan mau dari mana lagi mendapat nafkah sehari-hari," ujar Amir, saat ditemui di lokasi.
Barang dagangan Amir sendiri bisa disebut tak seberapa. Hanya puluhan buku tulis, buku bergambar serta sejumlah buku iqro.
Barang dagangan itu digelarnya di lantai depan sebuah toko.
"Lumayanlah ada yang beli satu dua juga. Yang penting ada yang beli dan bisa bawa uang ke rumah," ucap Amir.
Biasanya Amir jualan peralatan tulis lengkap, tak jauh dari lokasi jualannya sekarang.
Baca juga: Ingin Punya Kawasan Unggulan, Jalan Hazet Kota Tasikmalaya Ditata Jadi Mirip Malioboro Yogyakarta
"Lumayan tiap harinya banyak juga yang beli. Sampai bisa menyekolahkan anak-anak. Kalau sekarang tidak jualan, mau dari mana uang buat kebutuhan sehari-hari," kata Amir.
Walau hanya jualan sekadarnya, menurut Amir jauh lebih baik daripada tak jualan sama sekali.
"Dapat berapa pun uangnya, yang penting pulang ke rumah ada buat beli kebutuhan lah," ujar Amir.
Ibu-ibu Protes
Ratusan PKL yang biasa jualan di pusat PKL Jalan Cihideung, Kota Tasikmalaya, protes karena tak bisa jualan lagi, Rabu (27/7/2022).
Pasalnya lokasi jualan mereka kini menjadi lokasi galian gorong-gorong, menyusul dilaksanakannya proyek kawasan pedestrian di jalan pusat kota tersebut.
Para pedagang, terutama ibu-ibu PKL, berteriak-teriak menumpahkan rasa kecewa tak bisa berjualan.
Jangankan memasang lapak, untuk menyimpan atau menjajakan barang dagangan sudah tak bisa lagi. Seluruh lahan berubah menjadi galian gorong-gorong.
"Bagaimana ini, kami tidak bisa mencari nafkah lagi. Kami mau jualan di mana, sehari-hari jualan di sini," kata Euis (34), salah seorang PKL yang biasa jualan pakaian dalam.

Euis mengaku sudah belasan tahun bersama suaminya menjadi PKL di Jalan Cihideung. Hasilnya digunakan kebutuhan sehari-hari.
"Sekarang nafkah kami hilang. Kami harus jualan di mana. Harapan kami masih bisa jualan di sini. Di sini pula kami bisa menghidupi anak-anak termasuk biaya sekolah," ujar Euis, diamini rekan sesama PKL.
Sebelumnya para PKL sempat bersitegang dengan anggota Satpol PP. Pasalnya saat para PKL menumpahkan kekecewaan dengan berteriak-teriak memancing kedatangan para petugas Satpol PP.
Namun suasana mencair kembali karena para PKL menyadari tak bisa jualan, meski mereka melakukan protes.
"Kami hanya bisa pasrah. Mau memaksa jualan juga kan tidak ada lahannya. Sudah digali untuk gorong-gorong," kata Amir (50), PKL lainnya. (*)