Legislator Gerindra Tina Wiryawati: Pengolahan Sampah Terpadu Mendorong Ketahanan Pangan di Desa
Anggota DPRD Jabar Hj Tina Wiryawati SH mengatakan pihaknya terus mendorong pengolahan sampah di hulunya, yakni di masyarakat sendiri.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
BANDUNG - Anggota DPRD Jabar Hj Tina Wiryawati SH mengatakan pihaknya terus mendorong pengolahan sampah di hulunya, yakni di masyarakat sendiri, utamanya di tingkat desa.
Sebab, hingga detik ini, sampah masih saja menjadi permasalahan mendasar di Jawa Barat.
Anggaran pemerintah untuk operasional pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir pun tidaklah sedikit.
Padahal, sampah sendiri memiliki nilai ekonomi dan kegunaan yang tinggi jika diolah atau didaur ulang.
Tina Wiryawati mengatakan pemerintah memang terus berupaya mengoperasikan tempat pemprosesan akhir sampah di beberapa titik di Jawa Barat.
Menurut Tina, pemerintahan desa sebagai level pemerintahan terkecil pun sudah seharusnya menganggap sampah bukanlah masalah bagi masyarakat.
Desa, kata Tina, harus menganggap sampah sebagai sumber daya yang bisa diolah sehingga menghasilkan nilai ekonomis, bahkan dimanfaatkan sebagai pengganti kebutuhan di bidang produksi pangan.
"Mindset masyarakat dan pemerintah desa di Jawa Barat harus kita ubah, dari awalnya menganggap sampah sebagai hal yang tidak bermanfaat dan harua segera dibuang, menjadi barang yang bisa dimanfaatkan dan diolah menjadi berbagai produk yang berguna untuk banyak hal," kata Tina di Bandung, Selasa (26/7/2022).
Menurut Tina, Desa harus mulai aktif menggerakkan masyarakat dalam memilah, mengolah, atau mendaur ulang sampahnya sendiri.
Kegiatan ini bisa dilakukan di tingkat RW atau RT, atau bahkan komunitas-komunitas masyarakat.
Anggota dewan dari Fraksi Gerindra ini menuturkan, seperti sudah banyak diketahui oleh masyarakat kebanyakan, sampah organik bisa diolah menjadi berbagai produk.
Pertama adalah mengubah sampah organik dari rumah tangga, tempat usaha, pasar, menjadi pupuk kompos melalui proses dalam komposter.
"Pupuk kompos tentunya bisa dijadikan pengganti pupuk kimia untuk tanaman di sekitar rumah. Kalau bisa konsisten diproduksi dan dihasilkan dalam jumlah besar, bisa digunakan untuk kebutuhan pertanian kita. Akhirnya produk pertanian kita menjadi produk organik yang bisa saja harganya lebih mahal dari yang nonorganik," tuturnya.
Kedua, katanya, mengolah sampah sayuran atau buah menjadi eco enzyme. Bahan baku dari pengolahan eco enzyme ini bisa lebih banyak didapat dari sampah di pasar desa atau tempat usaha pengolahan makanan.
"Kalau dari rumah tidak cukup, ada banyak desa di Jabar ini punya pasar desa. Kita bisa pilah sampah sayuran dan buah dari pasar menjadi eco enzyme. Cairan hasil fermentasi menggunakan gula ini sudah banyak digunakan untuk cairan pembersih serbaguna, pupuk organik, sampai pengusir hama," ujar Tina
Ketiga, kata Tina, menjadikan sampah organik menjadi pakan maggot. Selama ini maggot dibudidayakan untuk diambil kotoran atau sisa penguraiannya yang menjadi pupuk organik berkualitas tinggi, sampai maggotnya sendiri yang bisa dijadikan pakan ternak.
"Hasil dari penguraian sampah oleh maggot ini juga menjadi pupuk organik. Sudah terbukti, padi yang menggunakan pupuk dari maggot bulirnya lebih banyak dari yang pakai pupuk kimia. Maggotnya sendiri bisa dijadikan pelet atau diberikan begitu saja untuk pakan ikan, lele, bebek, atau ayam," tuturnya.
Menurutnya, sampah nonorganik sekalipun sudah bisa dimanfaatkan oleh bank sampah sehingga bernilai ekonomis. Sudah banyak, katanya, bank sampah yang meraup banyak rupiah dari penholahan sampah nonorganik.
"Kemudian masyarakat bisa mengolah sampah berbahan beling atau bahan kaca menjadi glass powder. Hasilnya bisa dimanfaatkan untuk industri genteng keramik atau batu bata," kata
Pentingnya Political Will Pemerintah
Anggota dewan dari daerah pemilihan Kabupaten Kuningan, Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar ini mengatakan upaya pemilahan, pengolahan, sampai daur ulang sampah, sudah sangat sering terdengar oleh masyarakat.
Namun tampaknya, penanganan sampah di hulunya secara langsung ini kebanyakan hanya menjadi teori yang diketahui dan diajarkan kepada masyarakat, tanpa aksi yang nyata.
Di sinilah pentingnya kesungguhan pemerintah dari level terkecil dalam menerapkan aksi penanganan sampah di tingkat desa.
Sehingga tidak sekedar berakhir dalam penyuluhan atau ruang-ruang diskusi, upaya pelestarian lingkungan hidup sekaligus peningkatan perekonomian ini harus direalisasikan menjadi program-program berkelanjutan yang berkaitan erat dengan keseharian masyarakat desa.
Di sisi lain, pemerintah desa pun mendapat dana desa dari pusat.
Berdasarkan data dari Sekretariat Kabinet RI, pagu dana desa tahun 2022 telah ditetapkan sebesar Rp 68 triliun dan dialokasikan kepada 74.961 desa di 434 kabupaten/kota se-Indonesia.
Pada 2022, dana desa pun mendapat penguatan fokus dan prioritas dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Disebutkan bahwa dana desa juga mendukung program ketahanan pangan dan hewani serta penanganan peningkatan kesehatan masyarakat.
Tina menggarisbawahi dalam Peraturan Presiden RI Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, disebutkan bahwa penggunaan dana desa di antaranya untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen.
"Dengan diterbitkannya Perpres 104 tahun 2021, desa dapat berinovasi melalui BUMDes melebarkan unit usahanya yang salah satunya adalah pengelolaan sampah terpadu yang hasilnya dikombinasikan dengan peternakan unggas, perikanan, serta ketersediaan pupuk organik, untuk ketahanan pangan. Sehingga nantinya pengelolaan sampah tidak bergantung lagi dengan dana desa, bahkan menjadi sumber pendapatan atau PADesa," katanya.
Lebih lanjut prioritas penggunaan dana desa tahun 2022 pun diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022. Poin yang berkaitan dengan pengelolaan sampah ini, di antaranya pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa.
Apalagi, kata Tina, desa memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang bisa menjadi penggerak utama dalma pengolahan sampah di desanya menjadi barang bernilai ekonomi.
Kemudian dalam permendes ini pun ditekankan juga mengenai BUMDes, yakni pembentukan, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes untuk pertumbuhan ekonomi desa merata, pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi produktif yang diutamakan dikelola BUMDes.
Pemerintah desa perlu merencanakan pembangunan desa berbasis problem riil di lapangan, serta melakukan penyertaan modal BUMDes guna meningkatkan perekonomian desa.
"Salah satu pengembangan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUMDes adalah dapat dilakukan melalui pengelolaan sampah terpadu. Kita ketahui pengelolaan sampah bukan hanya mengatasi masalah lingkungan, tapi berkaitan erat dengan ekonomi dan ketahanan pangan. Ini sesuai Perpres 104 tahun 2021," katanya.
Pada akhirnya, kata Tina, pemerintah desa melalui BUMDes akan mampu mengolah sampah masyarakatnya sendiri melalui unit pengolahan sampah organik seperti pembuatan kompos, eco enzyme, dan maggot untuk kebutuhan ketahanan pangan. Juga daur ulang sampah anorganik melalui produksi glass powder dan bank sampah.
Ia pun meminta agar pengelolaan sampah secara terpadu ini dipayungi hukum peraturan desa. Bahkan, bisa didukung juga oleh peraturan pemerintah kota atau kabupaten dan diberikan penganggaran yang sesuai supaya program ini berkelanjutan.
Gencarkan Gerakan Pengelolaan Sampah Terpadu Desa, Budidaya Maggot
Dalam berbagai kesempatan, Tina Wiryawati pun gencar melakukan sosialisasi pengelolaan sampah terpadu di desa di setiap daerah pemilihannya, yakni Kabupaten Kuningan, Ciamis, Pangandaran, dan Kota Banjar.
Berkali-kali, sosialisasi dan pelatihan budi daya maggot pun digelarnya. Ia menilai selain sebagai solusi dalam mengatasi sampah rumah tangga, budi daya maggot dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat bahkan ketahanan pangan.
Menurut Tina, setiap rumah dapat menghasilkan sampah organik setiap hari. Pengolahan ini pun dapat dilakukan dari tingkat paling dasar yakni di lingkungan RT.
“Budi daya maggot bisa menjadi peluang usaha demi meningkatkan kesejahteraan warga. Hasilnya juga bisa membatu ketahanan pangan kita, yakni untuk pertanian, perikanan, sampai peternakan. Kandungan protein dari maggot ini sangat besar,” ucapnya.
Ia mengatakan, budi daya maggot ini bisa dilakukan oleh tingkat BUMDes. Kisah sukses BUMDes yang meraup manfaat budi daya maggot di antaranya BUMDes Wargakerta di Kecamatan Sukarame, Kabupaten Tasikmalaya.
"Budi daya maggot di sana bahkan menggerakkan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan sekitarnya. Bahkan bisa menghasilkan PADes sebanyak lebih dari Rp 100 juta pada 2020," katanya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kata Tina, setiap harinya lebih dari 25 kilogram maggot dihasilkan dari unit ini dengan harga jual Rp 8.000 per kilogram.
Bahkan, permintaan maggot yang tinggi dari luar desa membuat mereka kewalahan.
Usaha maggot ini pun meningkatkan produksi usaha peternakan ayam petelur dan budi daya ikan nila dan ikan mas di desa tersebut dan sekitarnya.
"Ini menjadi contoh nyata, bahwa sampah pun bisa bernilai ekonomi tinggi jika kita olah sendiri. Bisa dengan cara budi daya maggot, bisa dengan produksi eco enzyme, atau kompos. Bahkan bank sampah sudah banyak yang terbukti sukses," katanya. (*)