Persib Bandung

BOBOTOH PERSIB Meninggal, Pengamat Senior Ini Kritik PSSI dan Panpel, Suporter Tidak Salah

Insiden meninggalnya dua bobotoh Persib Bandung ketika hendak menonton langsung ke stadion ditanggapi pengamat sepak bola senior Anton Sanjoyo.

Editor: Hermawan Aksan
Tribunnewsbogor.com/Rahmat Hidayat
Pemakaman Sofiana Yusuf, bobotoh Persib Bandung yang meninggal saat akan menyaksikan laga Persib melawan Persebaya, Sabtu (18/6/2022). 

TRIBUNJABAR.ID - Insiden meninggalnya dua bobotoh atau suporter Persib Bandung ketika hendak menonton langsung ke stadion ditanggapi pengamat sepak bola senior Anton Sanjoyo.

Nasib nahas menimpa dua bobotoh menjelang laga Persebaya Surabaya vs Persib Bandung pada lanjutan Grup C Piala Presiden 2022 di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Jumat (17/6/2022) malam.

Dua bobotoh meninggal dunia karena diduga terjatuh saat berdesak-desakan masuk ke GBLA.

Kejadian itu kemudian ramai diperbincangkan publik sepak bola Tanah Air di media sosial.

Baca juga: Panpel Persib Bandung-Persebaya Sasaran Tembak Kasus 2 Bobotoh Meninggal? Begini Kata Komdis

Selain belasungkawa yang dituturkan kepada korban, sorotan juga diberikan kepada oknum suporter hingga panitia pelaksana pertandingan.

Menurut situs resmi PSSI, pihak kepolisian hanya mengizinkan 15 ribu suporter untuk menonton di GBLA dari kapasitas maksimal, yaitu 38 ribu.

Namun, suporter yang datang kemungkinan besar melebihi 15 ribu orang.

Hal itu juga dapat terlihat dari kapasitas GBLA yang hampir penuh.

Itu artinya ada potensi penonton tanpa tiket atau memakai identitas palsu yang masuk GBLA.

Panpel pun kena semprot publik sepak bola Tanah Air karena penyaringan suporter yang buruk di stadion.

Anton Sanjoyo turut menyoroti insiden buruk tersebut.

Baca juga: 2 Bek Tengah PERSIB Bicara Soal Kemenangan atas Persebaya, 1 Bek Lainnya Masih Dirawat karena Cedera

Sorotan pertama adalah soal suporter yang masih minim kesadaran untuk melakukan hal-hal yang benar.

Menurut Anton, hal itu tak terlepas dari faktor kurangnya "pendidikan" suporter di Tanah Air.

"Memang suporter kita ini tidak pernah punya wahana untuk dididik dalam tanda kutip kan," kata Anton kepada Kompas.com.

"Kita tidak pernah punya kompetisi yang cukup dari level youth, remaja, sampai ke level senior yang tersebar ke daerah-daerah."

Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved