Besaran Iuran BPJS Kesehatan Berdasarkan Gaji, Berikut Ini Penjelasannya

Kelas rawat inap untuk pemegang layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan dilebur pada Juli 2022. 

Editor: Giri
Tribunjabar.id/Kisdiantoro
ILUSTRASI - Kelas rawat inap untuk pemegang layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan dilebur pada Juli 2022.  

TRIBUNJABAR.ID - Kelas rawat inap untuk pemegang layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan dilebur pada Juli 2022. 

Jadi, ke depan tak ada lagi yanan kelas 1, 2, dan 3 karena berubah menjadi kelas rawat inap standar (KRIS).

Nantinya, menurut anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri, besaran iuran akan disesuaikan dengan besaran gaji peserta.

"Iuran sedang dihitung dengan memperhatikan keadilan dan prinsip asuransi sosial. Salah satu prinsipnya adalah sesuai dengan besar penghasilan," kata Asih, diberitakan Kompas.com, Kamis (9/6/2022).

Lantas, bagaimana penjelasan BPJS Kesehatan di tengah kabar besaran iuran akan disesuaikan dengan besaran gaji peserta?

Pejabat pengganti sementara (PPS) Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BPJS Kesehatan, Arif Budiman, mengatakan, mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.

"Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta PBI, iurannya sebesar Rp 42 ribu dibayarkan oleh pemerintah pusat dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah," ujar Arif saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/6/2022) siang.

Sementara itu, bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) atau pekerja formal, baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, Polri dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar lima persen dari upah, dengan perincian empat persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan satu persen oleh pekerja.

Ia menjelaskan, untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah, yaitu upah minimum kabupaten atau kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.

"Jadi perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya," beber Arif.

Bagaimana peserta yang tidak memiliki penghasilan?

Dia mengatakan, bagi kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap, dikelompokkan sebagai peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).

Terkait jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki.

Kelas 1 sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan, dan kelas 3 sebesar Rp 35 ribu per orang per bulan.

"Perlu diketahui juga bahwa khusus PBPU kelas 3 sebetulnya mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp 7.000 per orang per bulan, sehingga sebetulnya totalnya Rp 42 ribu," beber Arif.

Sumber: Kompas
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved