Perampas Nyawa Sejoli Nagreg Dihukum Seumur Hidup, Kolonel Priyanto: Pikir-pikir, Yang Mulia!
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur Brigjen Faridah Faisal menyatakan Kolonel Priyanto terbukti bersalah.
Faridah lantas menjelaskan Kolonel Priyanto beserta kuasa hukumnya serta Oditru Militer (Jaksa) berhak menyikapi putusan tersebut dengan tiga cara, yakni pikir-pikir tujuh hari, menerima, dan menolak.
Faridah mengingatkan jika dalam waktu tujuh hari ke depan Kolonel Priyanto tidak bersikap, maka ia akan dianggap menerima putusan tersebut.
"Silakan koordinasi dengan penasihat hukumnya," kata Faridah.
Setelah itu, Kolonel Priyanto beranjak ke meja kuasa hukumnya.
Mereka tampak berbincang selama beberapa saat. Kolonel Priyanto kemudian menyatakan akan pikir-pikir dahulu atas putusan tersebut.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," kata Kolonel Priyanto.
Sikap serupa juga disampaikan Oditur Militer Kolonel sus Wirdel Boy. Jaksa di pengadilan militer itu menyatakan pikir-pikir.
"Pikir-pikir, Yang Mulia," kata Wirdel.
Berlapis
Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Ia didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP, dan dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Dalam persidangan terungkap Kolonel Priyanto menjadi pelaku dominan dalam kasus ini.
Wirdel mengatakan, ada sejumlah alasan yang membuat pihaknya mengajukan pikir-pikir meski tuntutan pidana pokok dan pidana tambahan yakni penjara seumur hidup dan pemecatan dari dinas militer dikabulkan Majelis Hakim Militer Tinggi.
Alasan pertama, kata Wirdel, adalah adanya perbedaan pada pembuktian pasal dalam tuntutan oditur militer tinggi dengan putusan majelis hakim.
"Berbeda dalam hal pembuktian pasal, sama penentuan status barang bukti. Perampasan kemerdekaan (putusan), dan (tuntutan) penculikan," kata Wirdel seusai sidang.
Alasan kedua, kata dia, adalah terkait barang bukti.
Dalam tuntutannya, kata Wirdel, pihaknya meminta agar mobil dan ponsel yang digunakan Priyanto untuk melakukan tindak kejahatan dirampas.
Namun, Majelis Hakim Tinggi memutuskan agar barang bukti mobil dan ponsel dikembalikan kepada Priyanto.
Alasan ketiga, kata dia, adalah pihaknya harus berkonsultasi dulu dengan pimpinan Oditurat Militer terkait dengan putusan dan langkah selanjutnya.
Wirdel mengatakan pihaknya juga membuka opsi berdasarkan sejumlah perbedaan tersebut untuk melakukan upaya banding di kemudian hari.
"Jadi perbedaan ini bisa menjadi argumentasi atau dalil kita mengajukan upaya banding," kata dia.
Juru Bicara Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta Timur, Kolonel Chk Hanifan Hidayatullah mengatakan, jika Priyanto dan oditur militer menerima vonis ini, maka terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana sejoli di Nagreg itu tidak akan menerima tunjangan pensiun dan tunjangan lainnya.
Hanifan mengatakan semua fasilitas perawatan kedinasan yang diberikan kepada Kolonel Priyanto juga akan dicabut.
Konsekuensi dari pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut.
Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," kata Hanifan pascapersidangan, Selasa (7/6/2022).
Hanifan menjelaskan eksekusi pemecatan Kolonel Priyanto akan dilakukan setelah putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II berkekuatan hukum tetap.
Kasus itu bermula saat mobil yang dikemudikan prajurit TNI yang pangkatnya di bawah Kolonel Priyanto menabrak sejoli itu di kawasan Nagreg, Jawa Barat pada 8 Desember tahun lalu.
Setelah kecelakaan, Kolonel Priyanto dan dua mantan bawahan di satuannya sebelumnya itu mengangkat Handi dan Salsabila ke dalam mobil.
Ia menyatakan akan membawa pasangan itu ke fasilitas kesehatan.
Sejumlah saksi di tempat kejadian mengaku melihat saat itu Handi masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Di tengah perjalanan, Kolonel Priyanto menolak membawa Handi dan Salsabila ke fasilitas kesehatan.
Ia menyatakan akan membuang sejoli itu ke sungai di daerah Banyumas, Jawa Tengah.
Kolonel Priyanto tetap melakukan rencananya kendati bawahannya memohon karena keberatan.
Namun, Priyanto meminta prajurit yang bersamanya itu diam dan mengikuti perintah.
Di kursi kemudi, Kolonel Priyanto menggunakan aplikasi Google Maps untuk mencari lokasi pembuangan Handi dan Salsabila.
"Ikuti perintah saya kita lanjut saja dan kamu jangan cengeng nanti kita buang saja mayatnya," kata kuasa hukum Kolonel Priyanto, Lettu Chk Feri Arsandi, menirukan pernyataan kliennya.
(tribun network/git/dod)