Anak Ridwan Kamil Hilang
Kisah Emmeril Khan, Putra Ridwal Kamil yang Dilahirkan di RS Khusus Warga Miskin di Amerika Serikat
Ridwan Kamil pun menceritakan kisah anak sulungnya itu, terutama saat ia bekerja di Amerika Serikat. Emmeril lahir di sebuah RS khusus warga miskin
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Darajat Arianto
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sosok Emmeril Kahn Mumtadz, putra sulung Gubernur Jabar Ridwan Kamil, tengah menjadi perhatian masyarakat ia didoakan supaya segera ditemukan selamat setelah terbawa arus Sungai Aare, Swiss.
Ridwan Kamil pun beberapa kali menceritakan kisah anak sulungnya tersebut, terutama saat ia bekerja di Amerika Serikat. Emmeril disebutkan lahir di sebuah rumah sakit khusus warga miskin di Amerika Serikat, saat kondisi karier Ridwan Kamil sebagai arsitek mengalami keterpurukan.
Hal itu diceritakannya dalam kegiatan penandatanganan kesepahaman bersama antara Pemprov Jabar dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) ihwal Pelayanan Penyelenggaraan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Asal Jabar, di Gedung Sate, Selasa (29/3/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Ridwan Kamil menceritakan bahwa ia menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama tujuh tahun, sejak 1997 sampai 2004.
Selama 4,5 tahun bekerja di Amerika Serikat dan selama 2,5 tahun di Hongkong, sebagai arsitek.
Ia pun menceritakan pengalamannya saat menjadi PMI di Amerika Serikat, di Kota New York.
"Di tahun 1998, setahun setelah jadi PMI saya di-PHK. Saat itu ekonomi Indonesia sedang krisis. Bayangkan, saya harus dipulangkan ke Indonesia, setelah setahun sebelumnya berangkat dengan bangga, diantar keluarga satu bus dadah-dadah. Tapi setahun kemudian harus pulang sebagai orang yang di-PHK," katanya.
Ridwan Kamil mengatakan saat itu pun pilihannya hanya dua, yakni pulang sebagai pecundang atau nekad bekerja di negeri orang, walau tanpa jaminan.
Akhirnya setelah memohon agar visa-nya tidak dicabut, ia melamar ke sekitar 100 perusahaan di Amerika Serikat, dan hanya mendapat 5 kali kesempatan wawancara.
Ia mengatakan, dua wawancara pertamanya tidak berjalan baik karena pihak perusahaan merendahkan kemampuannya sebagai arsitek dan memandang lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak prospektif.
Pada wawancara di perusahaan ketiga, ia akhirnya bisa diterima setelah percaya diri menyatakan ia sempat menjadi mentor komputer kepada rekan-rekannya di Indonesia.
Di perusahaannya ini, ia kemudian meniti karier dari bawah sampai menjadi kepercayaan perusahaan.
Ia dipercaya mengerjakan proyek Beijing Finance Street.
Dengan kerja kerasnya, pun sempat merasakan menjadi pekerja berkedudukan tinggi setelah naik jabatan di perusahaan tersebut.
Namun cerita manis ini tak berlangsung seterusnya. Akibat kelalaian HRD yang lupa mengurus visa kerjanya, karier Ridwan Kamil harus terputus.
Di sinilah ia merasa sangat kesulitan, sendirian, karena saat itu ia tidak memiliki perlindungan sebagai PMI layaknya saat ini.
"Hidup saya tak seindah drama Korea. Saya ganti perusahaan ada empat kali, di perusahaan ketiga di-PHK lagi karena HRD lupa memperpanjang visa saya. Bagai disambar geledek di New York. Visa sudah expired, saya tidak bisa ngelawan. Makanya saya sekarang lahirkan Jabar Migrant Service Center supaya PMI lain tidak mengalami hal buruk yang saya alami," katanya.
Saat terkena PHK untuk kedua kalinya, istri tercintanya Atalia Praratya sedang hamil delapan bulan. Ia dan istrinya tidak bisa segera pulang ke Tanah Air karena wanita hamil berusia delapan bulan tidak dibolehkan naik pesawat.
Ia pun berusaha kembali bekerja di New York, walau tanpa visa.
"Di-PHK tidak ada pesangon, tidak ada asuransi, dan biaya melahirkan di Amerika Serikat itu Rp 70 juta, uang dari mana. Yang dilakukan, saya pun akhirnya pernah bekerja tanpa visa, dengan julukan ilegal migran. Saya kerjanya tukang ukur bangunan. Dengan gaji UMR, anjlok dari gaji profesional," katanya.
Akhirnya sang istri melahirkan anak pertamanya, Emmeril Kahn Mumtadz, di rumah sakit khusus warga miskin kota New York demi mendapatkan jaminan pembiayaan persalinan.
"Pendapatan saya yang di atas UMR itu nanggung, asuransi tidak punya dan gaji juga tidak cukup untuk membayar biaya persalinan. Saya minta gaji saya diturunkan sedikit di bawah UMR supaya masuk ke rumah sakit itu. Anak pertama Gubernur Jabar akhirnya lahir dengan status warga miskin kota penerima bansos," katanya.
Baru setelah dua bulan melahirkan anak pertamanya, yakni Emmiril Kahn Mumtadz, mereka pun baru bisa pulang ke Tanah Air.
"Itu jatuh bangun saya sebagai pekerja migran, semua sendiri. Saya tidak mau kisah saya ini terulang, makanya kalau ada apa-apa, PMI segera register di Jabar Migrant Service Center," tuturnya. (*)