Ada Kehidupan di Dasar Jurang Cadas Pangeran, Dihuni 45 Orang dan Disebut Kampung Angker

Di balik rimbunnya hutan dan semua cerita misteri yang melingkupi Cadas Pangeran Kabupaten Sumedang, di bawah jurang, ternyata ada kehidupan.

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar/Kiki Andriana
Suasana Kampung Ciseda yang berlokasi di dasar jurang Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (29/3/2022). Di kejauhan terlihat Jalan Cadas Pangeran. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Di balik rimbunnya hutan dan semua cerita misteri yang melingkupi Cadas Pangeran Kabupaten Sumedang, di bawah jurang, ternyata ada kehidupan.

Kehidupan di bawah jurang Cadas Pangeran dihuni sejumlah warga Kampung Ciseda yang secara administratif masuk Desa Desa Cimarias, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.

Mereka sudah ada sejak lama mendiami dasar jurang Cadas Pangeran dan saat ini dihuni 45 orang. Mereka tinggal di 15 rumah yang jumlah rumah di tempat itu konon tidak bertambah. 

"Kami diberi wasiat oleh leluhur kami untuk tetap tinggal di kampung ini," kata Ajat Rukajat (57) tokoh masyarakat Ciseda saat dikunjungi TribunJabar.id, Selasa (29/3/2022), di kediamannya. 

Akses jalan menuju kampung di dasar jurang Cadas Pangeran hanya bisa dilalui sepeda motor. Jalannya sempit, curam dan berkelok itu ditempuh dari Jalan Raya Cadas Pangeran ke arah selatan.

Setelah menempuh jarak lebih dari 500 meter, itulah kampung Ciseda.

Keberadaan Kampung Ciseda sendiri diulasi di buku Pangeran Kornel terbutan 1930 karangan R Memed Sastrahadiprawira, sastrawan Sunda. 

Pada buku lawas tersebut, Memed menuliskan bahwa usia kampung itu sudah mencapai ratusan tahun. Kampung yang dimaksud Memed adalah Kampung Singkup, kampung yang Ciseda ada di sebelah baratnya. 

"Kampung ini turun temurun diisi oleh keturunan kakek buyut kami yang hidup di zaman penjajahan," kata Ajat. 

Meski akses ke pusat keramaian sulit karena jalan yang sempit, lembab dan hening karena melewati hutan, toh banyak warga yang betah tinggal dalam kesunyian. 

Namun, urusan sumber daya alam, disana melimpah. Air bersih, selalu tersedia sepanjang tahun. Air untuk kebutuhan konsumsi dan mandi, cuci, kakus, tidak pernah kering. Warga mengandalkan mata air yang muncul di sela-sela bebatuan. 

Air dialirkan melalui selang-selang warga ke rumah-rumah mereka. Selang itu tidak berkeran sehingga air tak pernah disetop meski bak penampung telah penuh. 

Tempat Buang Mayat

Iwan Sule (47), warga setempat mengatakan air sepanjang tahun tidak surut. Bahkan semakin cuaca kemarau, air semakin jernih. 

Sumber daya air dan kesuburan tanah di wilayah itu membuat warga tetap bertahan. Sebagian warga berprofesi sebagai petani, meski ada juga yang bekerja sebagai kuli proyek. 

Kampung Ciseda terkenal angker. Selain karena daerah sepanjang Cadas Pangeran merupakan kuburan korban genosida Herman Willem Daendels, sekarang-sekarang ini sering juga ditemukan mayat buangan. 

"Banyak itu yang buang mayat ke sini. Malam hari itu kan gelap. Begitu pagi datang, sering ditemukan mayat orang. Apalagi dulu waktu zaman penembakan misterius (petrus)," kata Iwan di Ciseda. 

Dia mengatakan, berdasarkan cerita lisan yang dia terima dari orang tua, Kampung Ciseda merupakan pusat perkumpulan para ulama dan pejuang yang sedang membela bangsa dan negara. 

Bahkan, di tempat itu pernah berdiri pesantren, meski kini jejak-jejak fisiknya sudah tak bisa ditelusuri. 

Di kampung itu, meski terpencil, tetapi sudah ada aliran listrik. Listrik mengalir tahun 1998. Kini, jalan setapak untuk menuju ke Jalan Raya Cadas Pangeran pun sudah ditembok. 

"Tapi meski jalan sudah bagus dan bisa dipakai motor, kalau ada orang sakit atau orang mau melahirkan, tetap diangkut pakai tandu,"

"Tandu dibuat dari kursi dan gagang untuk mengangkat kursi itu," kata Iwan. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved