Ngerinya Kampung Ciseda di Dasar Jurang Cadas Pangeran, Warga Sering Temukan Jasad yang Dibuang
Kampung Ciseda ada di dasar jurang Cadas Pangeran, Sumedang, Jawa Barat.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: taufik ismail
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Zaman telah berkembang pesat, tapi warga Kampung Ciseda memilih bertahan di dasar jurang Cadas Pangeran, Sumedang.
Mereka menjalani hidup dengan damai meski kadang-kadang ngeri karena kerap menemukan mayat buangan.
Jalan Cadas Pangeran beserta jurangnya yang dalam dan terjal memang menyimpan pesona misteri.
Fisik jalan yang berkelok dan gelap di malam hari membuat daerah ini dulu dikenal menjadi tempat pembuangan mayat korban kejahatan.
"Kami diberi wasiat oleh leluhur kami untuk tetap tinggal di kampung ini," kata Ajat Rukajat (57) tokoh masyarakat Ciseda saat dikunjungi TribunJabar.id, Selasa (29/3/2022), di kediamannya.
Kampung Ciseda secara administratif masuk ke Desa Cimarias, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Menuju ke tempat ini, perlu menempuh jalan sempit yang hanya muat untuk sepeda motor.
Jalan sempit, curam, dan berkelok itu ditempuh dari Jalan Raya Cadas Pangeran ke arah selatan. Setelah menempuh jarak lebih dari 500 meter, itulah kampung Ciseda.
R Memed Sastrahadiprawira, sastrawan Sunda dalam buku "Pangeran Kornel" terbitan Rahmat Cijulang tahun 1930 mengisahkan sebuah kampung di bawah jurang Cadas Pangeran.
Pada buku lawas tersebut, Memed menuliskan bahwa usia kampung itu sudah mencapai ratusan tahun. Kampung yang dimaksud Memed adalah Kampung Singkup, Ciseda ada di sebelah baratnya.
"Kampung ini turun temurun diisi oleh keturunan kakek buyut kami yang hidup di zaman penjajahan," kata Ajat.
Kampung Ciseda dihuni oleh 45 orang. Mereka tinggal di 15 rumah yang jumlah rumah di tempat itu konon tidak bertambah.
Warga memang kesulitan untuk bepergian karena jalan yang tidak mudah untuk dilalui. Namun, mereka betah dan merasa nyaman tinggal di tempat itu karena sumber daya alam yang melimpah.
Terutama soal air bersih. Air untuk kebutuhan konsumsi dan mandi, cuci, kakus, tidak pernah kering. Warga mengandalkan mata air yang muncul di sela-sela bebatuan.
Air dialirkan melalui selang-selang warga ke rumah-rumah mereka. Selang itu tidak berkeran sehingga air tak pernah disetop meski bak penampung telah penuh.
Iwan Sule (47), warga setempat mengatakan air sepanjang tahun tidak surut. Bahkan semakin cuaca kemarau, air semakin jernih.
Sumber daya air dan kesuburan tanah di wilayah itu membuat warga tetap bertahan. Sebagian warga berprofesi sebagai petani, meski ada juga yang bekerja sebagai kuli proyek.
Kampung Ciseda terkenal angker. Selain karena daerah sepanjang Cadas Pangeran merupakan kuburan korban pembangunan jalan zaman Herman Willem Daendels, dulu juga sering juga ditemukan mayat buangan.
"Banyak itu yang buang mayat ke sini. Malam hari itu kan gelap. Begitu pagi datang, sering ditemukan mayat orang,"
"Apalagi dulu waktu zaman penembakan misterius (petrus)," kata Iwan di Ciseda.
Dia mengatakan, berdasarkan cerita lisan yang dia terima dari orang tua, Kampung Ciseda merupakan pusat perkumpulan para ulama dan pejuang yang sedang membela bangsa dan negara.
Bahkan, di tempat itu pernah berdiri pesantren, meski kini jejak-jejak fisiknya sudah tak bisa ditelusuri.
Di kampung itu, meski terpencil, sudah ada aliran listrik. Listrik mengalir tahun 1998. Kini, jalan setapak untuk menuju ke Jalan Raya Cadas Pangeran pun sudah ditembok.
"Tapi meski jalan sudah bagus dan bisa dipakai motor, kalau ada orang sakit atau orang mau melahirkan, tetap diangkut pakai tandu,"
"Tandu dibuat dari kursi dan gagang untuk mengangkat kursi itu," kata Iwan.
Baca juga: Kecelakaan di Cadas Pangeran, Truk Tronton Muatan Pasir Terguling Karena Hindari Truk Boks