WAWANCARA Khusus Bos Persib Bandung Umuh Muchtar, Bangun Masjid Seperti Hidupi Anak Sendiri
Tak ada yang lebih membahagiakan bagi Umuh Muchtar (74), bos Persib Bandung daripada berbagi. Umuh Muchtar berbagi cerita soal aktifitasnya.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID,SUMEDANG- Tak ada yang lebih membahagiakan bagi Umuh Muchtar (74), bos Persib Bandung daripada berbagi.
Itu sebabnya, di sela kesibukannya sebagai Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB). Wak Haji, begitu Umuh Muchtar biasa disapa, selalu menyempatkan dirinya melakukan berbagai kegiatan sosial.
Terbaru, ia tengah menyibukkan diri memugar masjid tertua di dekat tempat tinggalnya di Dusun Ciluluk, Desa Margajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.
Berikut wawancara jurnalis Tribun Jabar, Kiki Andriana, dengan Umuh Muchtar, di kediamannya, belum lama ini.
Belakangan, kabarnya Wak Haji lebih sering tinggal di Tanjungsari , Sumedang daripada di Bandung?
Ya, di sini betah. Masyarakatnya ramah. Saya hampir setiap hari bergaul dengan masyarakat di sini, menghadiri undangan walimatu-safar yang mau ke haji, dan banyak kegiatan lainnya. Ke Bandung kalau mau ketemu cucu saja.
Masyarakat di sini juga dibangunkan masjid?
Pemugaran, sebenarnya. Masjid tua yang menurut penuturan warga adalah masjid pertama yang dibangun di Ciluluk. Kondisinya sudah tidak layak sehingga saya tawarkan ke dewan kemakmuran masjid untuk dipugar. Bangunan lama diratakan, dibangun baru yang lebih kokoh.
Masjidnya menjadi lebih luas?
Tentu saja. Semula masjid ini sangat sederhana. Sekarang, sudah 1,5 bulan dikerjakan, diperluas bangunannya dan dikokohkan, juga diberi kubah berdiameter 6 meter.
Apa yang mendasari Wak Haji memugar masjid?
Saya sebagai orang yang dititipi rezeki oleh Allah, saya lebarkan lagi. Allah tidak akan mengurangi rezeki kita jika rezeki itu kita sebarkan, termasuk dengan membangun kembali masjid itu.
Memang sudah niat mau bangun masjid?
Saya selalu menangis, saya bantu ini dan itu. Saya bangun masjid bukan untuk gaya-gayaan agar mendapat pujian. Saya itu bangun masjid seperti saya menghidupi anak sendiri. Orang tua saay membesarkan anaknya tak pernah perhitungan. Begitu pula saya, tak pernah perhitungan untuk membangun masjid.
Ini cara Wak Haji berbagi kebahagiaan?
Betul, salah satunya dengan cara seperti ini.
Selain masjid, apa yang Wak Haji bangun?
Saya juga bantu masyarakat yang rumahnya tidak layak huni. Saya renovasi. Kadang saya keliling sendiri atau ada masyarakat yang memberitahu bahwa rumah si A atau si B dalam keadaan rusak.
Di mana saja rumah yang pernah direnovasi itu?
Wah, sudah banyak, di antaranya di SS (area stasiun kereta api SS di sekitar Alun-alun Tanjungsari), empat keluarga saya bikinkan rumah, bisa dilihat ke sana, juga di tempat-tempat lain. Termasuk dua unit rumah di dekat masjid yang sedang dibangun kembali itu.
Apa yang mendorong Wak Haji melakukan semua ini?
Tentu berharap rida Allah. Harapan itu selalu bermula dengan getaran hati. Allah selalu menggetarkan hati saya untuk beramal baik membantu sesama.
Apakah keluarga mendukung?
Sangat, sangat mendukung. Saya juga dikaruniai istri yang salehah yang selalu mengingatkan saya kepada kebaikan. (*)