Menag Cerita Aturan Azan, Beri Contoh Suara Lain, Gerindra Jabar: Itu Tidak Tepat

Gerindra Jabar memberikan komentar mengenai ucapan Menag soal suara azan dan membandingkannya dengan suara yang mengganggu.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: taufik ismail
Istimewa
Sekretaris DPD Partai Gerindra Jabar, Abdul Haris Bobihoe. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sekretaris DPD Partai Gerindra Jabar, Abdul Haris Bobihoe turut mengomentari pernyataan Menteri Agama (Menag),Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

Menurutnya, gema azan merupakan ajakan atau panggilan untuk umat muslim melakukan salat berjamaah.

Maka azan sangat penting dikumandangkan untuk mengingatkan bahwa waktu salat telah masuk sehingga penggunaan pengeras suara menjadi penting agar radius gema azan terdengar luas.

"Coba saat azan berkumandang, hayati dan resapi. Sangat indah, ini ajakan kebaikan. Jadi, kalau pun keras, tidak mengapa. Tinggal koordinasikan antarwarga," ujar Abdul Haris, dalam keterangannya, Kamis (24/2/2022)

Haris mencontohkan, ada tradisi unik yang hingga saat ini masih lestari di Masjid Agung Sang Cipta Rasa, di Kawasan Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Setiap Salat Jumat, kata dia, lantunan azan tidak dilakukan oleh hanya satu orang, tapi tujuh orang sekaligus secara bersamaan, yang dikenal dengan tradisi azan pitu.

"Tradisi ini berawal saat Syarif Hidayatullah memerintahkan tujuh orang warga untuk azan secara bersamaan. Perintah itu muncul untuk memerangi wabah penyakit yang melanda sejumlah warga Cirebon sekitar keraton. Setelah azan pitu, warga yang sakit sembuh dan penyakit itu hilang. Jadi, azan juga punya makna lain," katanya.

Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menambahkan, suara azan yang indah tidak tepat jika dibanding-bandingkan dengan suara lainnya.

"Jika suara azan dianggap sebagai gangguan, saya pikir itu berlebihan. Suara azan itu indah dan bermakna, menjadi semacam budaya di Indonesia," ujar Dasco.

Menurut Dasco, azan di Indonesia sudah menjadi budaya karena dikumandangkan lima kali sehari dengan durasi satu menit lebih dan menjadi kearifan dalam hidup bertoleransi antar umat beragama di Indonesia.

"Tidak bisa disamakan dengan suara apa saja, apalagi dianggap sebagai suara yang menganggu," katanya.

Dasco mengajak semua pihak untuk memaknai toleransi dengan baik.

Semua pihak saling menghormati dan menghargai sesama anak bangsa dan sesama umat beragama.

"Untuk itu, di tengah keberagaman yang kita miliki, saya mengajak kepada semua pihak untuk memaknai toleransi dengan baik. Mari kita pertebal semangat persatuan, saling menghormati dan saling menghargai sesama anak bangsa dan juga antarumat beragama," ucapnya.

Baca juga: Analogikan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, Plt Wali Kota Sebut Bandung Harmonis dan Kondusif

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved