Terasi Colek di Pangandaran Wanginya Khas, Dikelola Turun Temurun Tanpa Pengawet, Kini Makin Jarang

Di sekitar jalan raya Kalipucang-Pangandaran akan tercium khas yang menyengat yang dikelola turun temurun tanpa pengawet yang kini makin jarang.

Penulis: Padna | Editor: Darajat Arianto
TRIBUNJABAR.ID/PADNA
Rini Hendriani (41), perajin terasi colek di Kalipucang, Kabupaten Pangandaran. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Pangandaran, Padna

TRIBUNJABAR.ID, PANGANDARAN - Bagi yang akan berkunjung ke objek wisata Pangandaran, di sekitar jalan raya Kalipucang-Pangandaran akan tercium khas yang sangat menyengat.

Wangi yang menyengat ini adalah wangi khas terasi yang diolah oleh para perajin di RT 1/2 Dusun Giri Setra, Desa/Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa barat. Mereka membuatnya tanpa pengawet yang kini makin jarang ditemukan.

Dari jalan raya Kalipucang Giri Setra, sekitar 50 meter ke lokasi perajin terasi.

Perajin terasi di Kalipucang ini, sudah ada sejak lama dan dikelola secara turun temurun. Dan terasinya, terkenal dengan nama terasi colek.

Satu di antaranya Rini Hendriani (41), pemilik dan perajin terasi colek generasi kedua meneruskan ibunya.

Menurutnya, terasi colek ini sudah ada sejak tahun 1982 saat dikelola oleh almarhum ibunya bernama Mursinah.

"Dahulu diberi nama terasi colek karena proses pengolahannya dicolek colek," ujarnya saat ditemui Tribunjabar.id di lokasi pengolahan terasi, Rabu (23/2/2022) siang.

Bahan dasar yang digunakan, tidak jauh berbeda dengan terasi tradisional lainnya. Yaitu, menggunakan udang rebon dan bibit terasi.

Perajin tengah menjemur terasi colek di Kalipucang, Kabupaten Pangandaran.
Perajin tengah menjemur terasi colek di Kalipucang, Kabupaten Pangandaran. (TRIBUNJABAR.ID/PADNA)

Proses pengolahannya, mulai dari tahap penggilingan udang dan bibit terasi dan juga penjemuran.

Dahulu, proses pengolahan terasi tersebut masih secara tradisional, dengan ditumbuk sampai halus.

"Namun, dengan perkembangan jaman, sudah 9 tahun kita sudah menggunakan mesin," katanya.

Untuk pengolahan terasi, Ia menyesuaikan dengan kebutuhan di pasaran.

"Karena, proses pengolahan terasi tidak terlalu lama, satu kali mengolah kami hanya membutuhkan waktu dua hari, termasuk penjemuran," kata Rini.

Terasi yang Ia produksi, biasa dikirimkan ke pasar tradisional  di Kabupaten Pangandaran.

"Terasinya kami jual di Pasar Pananjung, Pasar Parigi, Pasar Cijulang dan pasar lainnya. Malah, ada juga orang dari luar Pangandaran yang pesan terasi," ujarnya.

Rini mengatakan, bahwa penjualan untuk harga per kilogram itu beda-beda, sesuai dengan kualitasnya.

"Harganya ada yang Rp 20 ribu, Rp 30 ribu dan terasi colek super harganya Rp 50 ribu per kilogram," katanya.

Ia menyampaikan, terasi colek ini dibuat secara alami tidak menggunakan bahan pengawet, berbeda dengan terasi kemasan.

"Jadi, kalau sudah 2 bulan dan ingin awet, terasinya kita jemur kembali supaya awet. Jadi tanpa pengawet," ucapnya.

Menurutnya, saat ini perajin terasi colek khususnya di Kalipucang, Pangandaran sudah jarang.

"Apalagi semenjak ada corona, permintaan terasi di pasaran berkurang. Mungkin, sekarang kebanyakan orang beli yang kemasan dan murah. Beda dengan dulu, ekonomi lancar dan banyak pesanan."

"Ya, semoga masa pandemi seperti ini cepat selesai dan kita sebagai perajin terasi colek khususnya bisa selalu eksis," ucap Rini.  (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved