Belajar Aksara Sunda di Pinggiran Sumedang, Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional

Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati 21 Februari. Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diajarkan kepada bayi, baik itu bahasa Sunda dan

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Mega Nugraha
Tribun Jabar / Kiki Andriana
Asep Saeful Azhar, pegiat Sajabar Aksara, mengajarkan aksara Sunda pada lokakarya Jaringan Ngebon Minggu di Cimanggung, Sumedang, Minggu (20/2/2022) 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana.

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati setiap tanggal 21 Februari. Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diajarkan kepada bayi, baik itu bahasa Sunda, Jawa dan bahasa lainnya. 

Di Kecamatan Cimanggung, Sumedang, Minggu (20/2/2022) sejumlah pemuda mengikuti lokakarya sederhana tentang Aksara Sunda baku.

Lokakarya itu diselenggarakan sangat sederhana di halaman Masjid Darul Ilmi, di Kampung Cicabe RT03/08 Desa Sindanggalih. 

Kegiatan ini dilaksanakan khusus sebagai kegiatan Mieling Poe Basa Indung Internasional dari daerah pinggiran. 

Kecamatan Cimanggung memang daerah pinggir jika diukur dari pusat Kota Bandung bahkan dari pusat kota Sumedang sendiri sebagai "pusat kebudayaan Sunda". Selain itu, daerah ini juga daerah industri. 

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Sumedang, Ada Penambahan 130 Orang Positif Covid-19, Ini Rincian Sebaran Kasusnya

Di halaman Masjid itu, para pemuda duduk bersila beralaskan karpet tipis menyimak paparan pemateri yang juga duduk lesehan. 

Sangat sepi, terlebih karena lokakarya gratis itu juga sepi peminat. Padahal, kegiatan yang diselenggarakan Jaringan Ngebon Minggu tersebut selalu ramai untuk tema-tema diskusi sebelumnya, seperti pertanian dan sejarah. 

Asep Saeful Azhar, pegiat gerakan Sajabar Aksara yang menjadi pemateri dalam lokakarya itu mengatakan bahwa kini yang cocok dipelajari adalah Aksara Sunda Baku. Yakni, aksara yang sudah resmi diakui oleh Pemprov Jabar. 

"Masyarakat Sunda pernah menggunakan aksara Palawa pada abad ke-4 sampai ke-5, aksara Kawi pada abad ke-8 sampai ke-15, aksara Sunda Kuno abad ke-14 sampai abad ke-18, aksara Pegon abad ke-14 sampai ke-20, aksara Cacarakan abad ke-16 sampai ke-20, hingga kini dirumuskanlah aksara Sunda yang baku," kata Asep.

Namun, sebelum dirumuskan aksara sunda yang kini diajarkan pula di banyak Universitas, bahasa Sunda sempat tak dipakai. Bahkan banyak yang menyangka bahwa aksara Cacarakan yang asalnya dari Mataram itu adalah aksara Sunda Kuno. 

Barulah pada tahun 1950-an, aksara Sunda dipopulerkan kembali. 

"Bedanya aksara Sunda baku dengan aksara Sunda Kuno lebih kepada penyempurnaan pada yang sekarang dipelajari ini, disesuaikan dengan keperluan digitalisasi aksara, memperhitungkan unicode," kata Asep. 

Para peserta lokakarya diberikan tabel aksara Sunda, kemudian diterangkan aksara konsonan, vokal, dan rarangkén atau semacam harakat huruf di dalam bahasa Arab. 

Setelah mengerti, para peserta praktik menuliskan nama mereka di dalam aksara Sunda, juga sejumlah kata lain yang mudah diingat. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved