Minimarket dan Masjid di Lahan Bekas Rumah Dinas Dipermasalahkan, Begini Penjelasan PT KAI dan RW
Bekas rumah dinas PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Cihampelas Nomor 149, Kota Bandung, kini beralih fungsi.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Bekas rumah dinas PT Kereta Api Indonesia (KAI) di Jalan Cihampelas Nomor 149, Kota Bandung, kini beralih fungsi.
Di sana telah berdiri minimarket dan Masjid Jami.
Minimarket dengan konsep drive thru tersebut telah beroperasi sejak akhir pekan lalu.
Sedangkan proses pembangunan masjid di belakangnya sudah mencapai 90 persen.
Bangunan lama berupa rumah dinas PT KAI yang sebelumnya berdiri di lahan ini telah lenyap, berganti menjadi bangunan minimarket, masjid, lapangan parkir, dan taman yang masih dibangun.
Bangunan lama sebelumnya hanya bisa dilihat melalui tampilan digital atau foto, di antaranya melalui Google Street.
Pembangunan masjid dan minimarket ini memang sempat menuai polemik karena adanya pihak yang menggugat kepemilikan lahan di samping jalan utama tersebut.
Terakhir, bahkan dikabarkan bangunan rumah dinas PT KAI sebelumnya tersebut masuk dalam daftar cagar budaya.
Manager Humas PT KAI Daop 2 Bandung, Kuswardoyo, mengatakan, pihaknya tidak memiliki data yang menyatakan bahwa bangunan aset PT KAI tersebut adalah bangunan cagar budaya.
Dia mengatakan bangunan tersebut pun adalah rumah dinas, bukanlah masjid seperti yang diributkan sebelumnya.
"Terkait itu bangunan cagar budaya atau bukan, saya tidak tahu, karena di lokasi juga tidak terdapat plang yang menyatakan itu adalah cagar budaya. Bangunan yang ada di sana sebelumnya adalah rumah perusahaan KAI, bukan bangunan masjid seperti yang ramai dibicarakan oleh mereka yang memiliki kepentingan lain di sana," katanya melalui ponsel, Senin (31/1/2022).
Ia mengatakan telah mengantongi surat rekomendasi dari Kementerian Agama RI mengenai pembangunan masjid baru yang kini sudah mencapai 90 persen.
Juga surat keterangan dari Pemerintah Kota Bandung untuk pendirian toko dan masjid di lahan tersebut.
"Serta Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung," katanya.
Ia mengatakan jika pembangunan masjid dan minimarket di atas lahan PT KAI tersebut menyalahi aturan, tidak mungkin pihaknya akan mendapat izin pembangunan tersebut.
"Saya rasa jika apa yang kami lakukan salah dan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, maka kegiatan yang sedang dilaksanakan akan dihentikan dan tidak mendapat izin dari instansi terkait," katanya.
Ia mengatakan PT KAI mempersilakan siapa saja yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut untuk mengajukan gugatan jika dirasa perlu, bukan dengan jalan menyebar isu dan membangun opini negatif di masyarakat seperti yang dilakukan sejak bertahun-tahun lalu.
Ketua RT 5 RW 7, Kelurahan Cipaganti, Kecamatan Coblong, Agus Nurdin, mengatakan, masyarakat setempat tidak mengenal bangunan yang dirobohkan kemudian dibangun menjadi masjid dan minimarket tersebut sebagai bangunan heritage atau cagar budaya.
Ia mengatakan bangunan cagar budaya di lingkungannya di antaranya Cipaganti 90 dan 82.
Bangunan Cihampelas 149 milik PT KAI tersebut, katanya, memang bercorak khas kolonial dan dikenal warga dengan nama Mes PJKA.
Namun, sudah diubah-ubah struktur bangunannya sejak bertahun-tahun lalu.
"Kalau bangunan Mes PJKA itu memang heritage, mungkin sudah turun Satpol PP dari dulu. Karena bangunan itu sudah diubah-ubah sejak bertahun-tahun lalu. Beda sama bangunan heritage lainnya di sini, mau diubah sedikit saja langsung didatangi Satpol PP," katanya.
Ia mengatakan masyarakat setempat kini kembali terganggu dengan kabar yang kembali menyebar mengenai lahan tanah tersebut.
Apalagi yang menyatakan bahwa masyarakat setempatlah yang mengajukan bangunan Mes PJKA ini sebagai bangunan heritage.
Ia mengatakan warga sudah gerah sejak lama dengan pihak luar yang mengusik lahan tersebut dengan mengatasnamakan warga setempat.
Ia mempersilakan yang merasa memiliki tanah tersebut untuk memprosesnya di pengadilan, bukannya menyebar isu-isu yang selalu berubah-ubah di tengah masyarakat.
"Kata kabar yang beredar, itu bangunan bergaya Sunda, padahal sudah jelas gayanya gaya bangunan Belanda. Apa karena isu Sunda sedang naik. Dulu dibilang itu masjid, padahal warga sini kalau salat selalu ke Masjid Agung Cipaganti, bukan ke situ. Warga sini tahu itu ada ruangan musala memang pada 2012 kemudian diklaim jadi masjid pada 2017. Tadinya Mes PJKA saja," katanya. (*)