Kata BNN Soal Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Jadi Tempat Rehabilitasi Pecandu Narkoba
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebut kerangkeng di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin bukan tempat rehabiltasi pecandu narkoba
Apalagi, selama ini, warga yang menitipkan anggota keluarganya di tempat Bupati Langkat itu, tidak membayar biaya rehabilitasi.
"Ada pemberitaan makan dua kali sehari. Tidak ada. Normal semua. Apa yang dimakan bupati itu yang dimakan mereka. Olahraga rohani dan tempa skillnya berdasarkan kemampuannya," katanya.
Dikatakannya, warga binaan itu, datang dibawa oleh keluarganya dengan kesepakatan. Jika warga binaan itu sudah sembuh sebelum selesai waktu dalam kesepakatan itu, pihak keluarga bisa membawanya pulang.
"Boleh lah (diambil). Kan ada kesepakatan itu berapa lama. Ada yang kontraknya setahun, 8 bulan sudah sembuh dan skillnya ngelas bisa, langsung dikaryawankan pak Bupati," katanya.
Keseharian Penghuni
Penghuni kerangkeng besi di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin buka suara soal tuduhan perbudakan modern di tempat itu.
Js (27) warga Namo Ukur Kecamatan Sei Bingei, Langkat Sumatera Utara, sudah 4 bulan tinggal di kerangkeng bersama pemuda lainnya.
Tujuannya, sembih dari kecanduan narkoba dan sedikit banyak dipekerjakan di kebun sawit milik bupati.
Selama 4 bulan tinggal di kerangkeng dalam rangka penyembuhan kecanduan narkoba, dia merasa lebih baik.
Bisa makan tiga kali sehari, bangun pagi, istirahat teratur, olahraga dan ibadah.
"Setiap hari aktivitasnya hampir sama. Ada jam-jam tertentu keluar kereng. Untuk jemur pakaian, nyapu halaman, kadang bersihkan kolam ikan," katanya, Selasa (25/1/2022).
Dalam satu hari, dia bangun pagi. Makan diantar pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. Dokter datang dua kali dalam seminggu serta malam hari ada aktivitas keagamaan.
"Saya di sini supaya sembuh. Enggak kayak kemarin. Harapan saya dipekerjakan di situ lah. Kalo Pak Bupati ngasih. Salah satu tujuan saya selain sehat dan bersih ya ada pekerjaan di tempat Pak Bupati," katanya.
Selama tinggal di tempat yang disebut rehabilitasi pencadu narkoba itu, dia tidak boleh memegang atau membawa ponsel. Keluarga juga boleh nengok di akhir pekan.
"Saat datang, hitungan waktunya bukan menit. Tapi beberapa jam. Kalau bagi saya, nyaman lah. Saya enggak pernah segemuk ini sebelumnya. Keluarga kan tak ada keluar biaya. Layak. Kalo dibilang perbudakan, enggak betul lah," katanya
Sejak ada OTT KPK, dia dibawa keluarganya untuk pulang karena situasi tidak kondusif.
"Kalau saya sih maunya di situ dulu. Soalnya saya merasa belum cukup," katanya.