ASTAGA, Bupati Langkat Ternyata Punya Penjara Pribadi, Untuk Kurung dan Siksa Pekerja Sawit Miliknya

Dari hasil penelusuran Migrant Care, suda ada 40 pekerja yang ditahan di penjara pribadi Terbit Rencana Peranginangin.

Editor: Ravianto
Istimewa
Kerangkeng untuk manusia di rumah pribadi Bupati Langkat mirip kandang binatang 

TRIBUNJABAR.ID, LANGKAT - Penangkapan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang tersandung dugaan kasus korupsi sudah sangat mengejutkan warga Langkat khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin terkait kasus dugaan suap fee proyek infrastruktur di Kabupaten Langkat.

Kabar lebih mengejutkan datang setelah adanya temuan penjara tak berizin di kediaman Bupati Terbit Perangin-angin, Senin (24/1/2021) hari ini.

Korban perbudakan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang Dikerangkeng di rumah pribadinya
Korban perbudakan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang Dikerangkeng di rumah pribadinya (istimewa)

Penjara itu dikabarkan untuk para pekerja sawit milik sang bupati yang sudah ditangkap KPK.

Penanggung Jawab Migrant Care, Anis Hidayah menyebut bahwa penjara yang ada di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin cuma modus rehabilitasi.

Kenyataannya, penjara itu digunakan untuk menyiksa para pekerja perkebunan sawit.

Dari hasil penelusuran Migrant Care, suda ada 40 pekerja yang ditahan di penjara pribadi Terbit Rencana Peranginangin.

Mereka semua disiksa sedemikian rupa, lalu dipaksa bekerja selama 10 jam.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Anis, usai melapor di Komnas HAM, Senin (24/1/2022).

Anis mengatakan, para tahanan itu akan bekerja mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.

Setelah bekerja, para tahanan akan dipukuli oleh orang suruhan Bupati Langkat.

Sehingga, kata Anis, saat KPK menggeledah kediaman Terbit Rencana Peranginangin, ditemukan sejumlah pekerja yang wajahnya babak belur. 

"Mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng atau sel setelah bekerja agar tidak punya akses kemana-mana," katanya.

Atas temuan itu pula, Migrant Care meyakini bahwa hal tersebut merupakan bentuk perbudakan modern.

Terlebih, para pekerja ini tidak mendapatkan upah atau gaji dari Terbit.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved