Herry Wirawan Guru Hamili Santriwati di Bandung ''Dibela'' Komnas HAM, Wakil Ketua MPR Beri Kritik
Pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang tak setuju Herry Wirawan dihukum mati atau kebiri kimia dikritisi Wakil Ketua MPR RI.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang tak setuju Herry Wirawan dihukum mati atau kebiri kimia dikritisi Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid.
Herry Wirawan merupakan perudapaksa 13 santriwati.
Delapan di antaranya hingga melahirkan. Satu orang bahkan melahirkan dua kali.
Artinya, Herry Wirawan memiliki sembilan anak dari mereka.
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Herry di antaranya dengan hukuman mati. Jika pun hukuman mati tak dikabulkan hakim, ada satu tuntutan tentang kebiri kimia.
Hidayat Nur Wahid (HNW) mengkritik Komnas HAM dan pihak lain yang ngotot agar RUU TPKS segera disahkan untuk melindungi korban kekerasan seksual, tapi menolak tuntutan dan vonis hukuman mati terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

HNW mengingatkan mereka agar konsisten dengan menghormati dan melaksanakan prinsip konstitusi bahwa Indonesia adalah Negara Hukum sesuai Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
Sehingga, dalam praktik hukum juga merujuknya kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, bukan yang berlaku di Inggris dan lainnya.
“Ini sekaligus juga bukti keseriusan dan komitmen untuk memberantas kekerasan dan kejahatan seksual, apalagi ketika anak-anak yang menjadi korbannya," kata HNW kepada wartawan, Sabtu (15/1/2022).
"Sanksi hukuman mati itu diakui dalam sistem hukum di Indonesia, melalui UU Perlindungan Anak, yang malah dikuatkan Presiden Jokowi dengan Perppu yang menjadi UU No. 17/2016 tentang Perubahan Kedua UU Perlindungan Anak. Apalagi berdasarkan prinsip hukum dan HAM di Indonesia, ada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa pemberlakuan hak asasi manusia di Indonesia harus tunduk pada pembatasan yang dibuat oleh undang-undang, seperti UU Perlindungan Anak di atas,” lanjut dia.
HNW menyatakan bahwa meski UUD NRI 1945 memberikan jaminan terhadap hak hidup sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28I, tetapi pelaksanaan hak hidup itu dibatasi oleh Pasal 28J ayat (2) tersebut.
“Artinya, sanksi hukuman mati itu tetap sah diberlakukan selama diatur melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengatakan, UU Perlindungan Anak telah dengan jelas mencantumkan beberapa ketentuan hukuman mati terhadap kejahatan serius terhadap anak.
Selain Pasal 81 ayat (5) terkait kekerasan seksual terhadap anak yang dikenakan kepada Herry Wirawan, ada pula Pasal 89 ayat (1) yang mencantumkan hukuman mati terkait pelibatan anak dalam kasus penyalahgunaan narkotika dan/atau psikotropika.
Di tengah semakin meningkatnya kejahatan/kekerasan seksual terhadap Anak, semestinya pasal-pasal dari UU Perlindungan Anak yang mengatur sanksi maksimal hingga hukuman mati, bila ketentuan yang masih berlaku itu dipraktikkan, seperti tuntutan Kejati Jabar terhadap terdakwa predator santriwati, Hery Wirawan.