Kearifan Lokal di Kasepuhan Ciptagelar

654 Tahun Kasepuhan Ciptagelar Pertahankan Tradisi Larangan Jual Padi Untuk Ketahanan Pangan

Kasepuhan Ciptagelar adalah satu dari sekian kampung adat di Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi.

Penulis: M RIZAL JALALUDIN | Editor: Mega Nugraha
Istimewa
Rumah di perkampungan Ciptagelar 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Kabupaten Sukabumi M Rizal Jalaludin

TRIBUNJABAR.ID, SUKABUMI - Kasepuhan Ciptagelar adalah satu dari sekian kampung adat di Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi.

Warga Kasepuhan Ciptagelar dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh adat dan tradisi yang bersandar pada budaya pertanian, khususnya padi. Sejumlah rangkaian kegiatan pertanian yang mengakar diantaranya adalah ngaseuk, mipit, nganyaran, serentaun.

Kegiatan kesenian dan kebudayaan, termasuk diantaranya Angklung Buhun, Wayang Golek, dan Jipeng merupakan bagian dari keseluruhan adat istiadat, budaya, serta tradisi yang terus berkembang sampai saat ini.

Baca juga: Mandra Punya Rumah di Kasepuhan Ciptagelar, Bukan Cuma Satu Tapi Dua, Ini Tujuan Dia

Saat ini, Kasepuhan Ciptagelar dipimpin Ketua Adat Abah Ugi Sugriana Rakasiwi, keturunan Abah Anom atau Encup Sucipta yang wafat pada 2007. Sebelum Abah Ugi, Kasepuhan Ciptagelar dipimpin oleh almarhum ayahnya.

Abah Ugi mengatakan, Kasepuhan Ciptagelar ada sejak tahun 1368 dari keturunan pertama yang ada di Cipatat Bogor, dari Cipatat Bogor pindah ke Lebak Larang, lalu ke Lebak Binong, ke Tegal Lumbu ke Pasir Jengjing terus ke Bojong Cisono.

"Generasi turun temurun dari zaman dulu sampai saat ini kita warisi dari leluhur itu untuk melestarikan nilai-nilai budaya menanam padi, dan adat istiadat menanam padi dari leluhur sampai hari ini tetap kita lestarikan dan mungkin diregenerasikan ke keturunan Abah berikutnya," kata Abah Ugi, Jumat (14/1/2022).

Menurutnya, menanam padi di kampung adat Kasepuhan Ciptagelar ini tidak sembarangan. Dimana dalam satu tahun hanya diperbolehkan satu kali menanam, satu kali panen.

Baca juga: Ini Sosok Ditha Ana Talia asal Lebak Banten, Istri Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi

"Mungkin karena itu satu tradisi turun temurun di budaya menanam padi itu kita harus menggunakan secara tradisional dari zaman dulu sampai sekarang, dari mulai kita menanam padi, terus panen padi sampai ada selamatan 1 tahun sekali semacam tahun baru dibatas dari tahun ke tahun, karena kita menanam padi itu cukup satu tahun satu kali aja," ucapnya.

Uniknya, warga di Kasepuhan Ciptagelar dilarang memperjualbelikan padi hasil garapannya.

"Hasilnya itu disimpan di lumbung padi untuk bekal kehidupan sehari-hari gak boleh dijualbelikan, jadi ya dari zaman dulu sampai sekarang tetap kebiasaan itu diregenerasikan dari turunan keturunan terus terusan," jelas Abah Ugi.

Larangan memperjualbelikan padi itu bukan tanpa alasan. Abah Ugi mengatakan, jika dijual maka uang hasil penjualan itu akan cepat habis.

Namun, jika padi dalam bentuk gabah disimpan di lumbung padi atau Leuit dan padinya hanya dipakai untuk kebutuhan sehari-hari, maka bisa mencukupi kebutuhan selama 5 sampai 6 tahun.

"Jadi kalau kita hitung keuntungan sebetulnya keuntungan kita bisa berlebih, kalau mungkin kita menanam padi kita jual itu berupa uang, uangnya kan gampang dibelanjakan pasti cepat habis. Kalau kita simpen dalam berupa lumbung padi untuk makan kita sehari-hari ya paling satu kepala keluarga kan makan itu sekitar 1,5 liter apa 2 liter perharinya untuk satu kepala keluarga," katanya.

"Untuk saat ini Abah dengan warga mungkin kalau misalkan pasokan yang ada itu mungkin 5 sampai 6 tahun masih cukup, ngitungnya bingung Abah. Kalau yang sekarang kita makan yang ada itu mungkin cukup sampai 5 tahun bahkan lebih," jelasnya.

Lalu, bagaimana cara merawat padi oleh warga Kasepuhan Ciptagelar?

Abah Ugi mengatakan, padi di Kasepuhan Ciptagelar berbeda dengan padi pada umumnya. Ia menyebut, terdapat 168 varietas padi.

"Jadi padi di Abah mungkin agak sedikit berbeda dengan padi yang pada umumnya, kita turun temurun itu diwariskan oleh leluhur menanam padi secara tradisional, itu ada kurang lebih sekarang itu sekitar 168 varietas padi yang disebar di abah di warga semuanya," terangnya.

Salah satu perbedaannya yaitu padi di Kasepuhan Ciptagelar diperlakukan secara alami dan tradisional tanpa kimia.

"Masing-masing padi itu dia turun temurun dari zaman dulu itu diregenerasikan, jadi ya bibitnya mungkin berbeda dengan yang umum, terus diperlakukannya juga secara alami dan tradisional tanpa kimia dan sebagainya," kata Abah Ugi.

Sehingga padi di Kasepuhan Ciptagelar bisa bertahan selama 20 sampai 50 tahun lamanya jika disimpan dalam bentuk gabah.

"Jadi ya padi ini ada yang bisa bertahan sampai kalau kita simpan berupa gabah di lumbung padi itu bisa kuat sampai 20 sampai 50 tahun, mungkin berbeda dari padi yang lain, itu kuncinya ada di bibitnya," jelasnya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved